Bersama Tingkatkan Kewaspadaan Provokasi OPM untuk Sudutkan Pemerintah
Oleh: Serlina Wayar
OPM kerap kali menggencarkan provokasi, sebagai salah satu alat politik yang ampuh, sering mereka gunakan untuk memengaruhi opini publik dan menciptakan persepsi yang salah. Di Bumi Cenderawasih, Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau gerombolan separatis asal Papua sering menggunakan provokasi sebagai senjata untuk menyudutkan pemerintah.
Tujuan utama dari kelompok ini adalah untuk menggoyahkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan menciptakan ketidakstabilan di Surga Kecil yang Jatuh ke Bumi. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat dan pemerintah untuk bekerja sama dalam menghadapi provokasi berbahaya ini demi menjaga kesatuan dan persatuan bangsa.
Salah satu contoh terbaru dari provokasi yang disebarkan oleh gerombolan separatis ini adalah klaim mereka terkait pembebasan Pilot Susi Air yang diculik oleh kelompok pengacau di Tanah Papua.
Kasatgas Humas Ops Damai Cartenz 2024, Kombes Pol. Bayu Suseno, menegaskan bahwa dirinya sangat meragukan klaim yang disampaikan oleh gerombolan teroris tersebut. Menurutnya, pernyataan OPM tentang pembebasan pilot tersebut tidak lebih dari upaya untuk memutarbalikkan fakta di lapangan dan meraih simpati publik.
Dalam hal ini, OPM mencoba untuk memanfaatkan situasi krisis demi menonjolkan kekuatan mereka, padahal kenyataannya, operasi pembebasan pilot masih berada di bawah kendali penuh aparat keamanan.
Upaya memutarbalikkan fakta seperti ini bukanlah hal baru bagi kelompok separatis musuh negara tersebut. Gerombolan ini sudah lama menggunakan taktik provokasi untuk menciptakan kebingungan di tengah masyarakat dan menuduh pemerintah melakukan tindakan-tindakan yang sebenarnya tidak terjadi.
Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol. Ignatius Benny Ady Prabowo, menyoroti bahwa OPM sering kali menyebarkan informasi yang tidak sesuai dengan realitas yang terjadi di lapangan.
Dalam berbagai kesempatan, kelompok pengacau di Tanah Papua ini dengan sengaja menyebarkan kebohongan untuk menciptakan kesan buruk terhadap pemerintah, padahal tujuan utamanya adalah untuk mengacaukan keadaan dan merusak kepercayaan publik terhadap pihak keamanan.
Provokasi semacam ini tentu sangat berbahaya, terutama jika diterima secara mentah-mentah oleh masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk selalu memverifikasi informasi yang diterima dan tidak mudah terpengaruh oleh berita-berita yang tidak jelas kebenarannya.
Dalam konteks ini, kewaspadaan kolektif menjadi sangat penting untuk melawan upaya disinformasi yang disebarkan oleh kelompok separatis. Gerombolan teroris musuh negara seperti OPM berusaha memanfaatkan setiap celah dalam masyarakat untuk memperbesar pengaruhnya, terutama dengan menyebarkan narasi yang merusak dan memecah belah.
Namun, di balik berbagai upaya provokasi yang dilakukan oleh OPM, masih banyak tokoh-tokoh lokal di Papua yang dengan tegas menolak narasi yang disebarkan oleh kelompok ini. Salah satunya adalah Tokoh Pemuda Tabi Papua, Paul Ohee, yang secara konsisten menentang keras segala bentuk provokasi yang dilancarkan oleh gerombolan separatis.
Ohee menyatakan bahwa provokasi yang disebarkan oleh kelompok pengacau di Tanah Papua sama sekali tidak berdasar dan hanya bertujuan untuk mengancam kesatuan serta persatuan bangsa. Baginya, aksi-aksi yang dilakukan oleh OPM tidak lebih dari upaya untuk menciptakan kekacauan dan memperpanjang konflik di Papua.
Masyarakat Papua sendiri sebenarnya menyadari betapa merugikannya tindakan OPM bagi masa depan wilayah mereka. Kelompok ini bukan hanya mengancam keamanan, tetapi juga menghambat pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di Bumi Cenderawasih.
Dengan menggunakan provokasi, OPM berupaya menggagalkan berbagai program pembangunan yang telah dijalankan pemerintah, seolah-olah mereka adalah penyelamat yang memperjuangkan hak-hak masyarakat Papua. Padahal, kenyataannya, tindakan-tindakan mereka justru membawa penderitaan dan ketidakstabilan.
Dalam menghadapi provokasi OPM, pemerintah tidak bekerja sendirian. Aparat keamanan di lapangan, baik dari TNI, Polri maupun BIN, terus berkoordinasi dengan masyarakat untuk membangun kesadaran akan bahayanya informasi yang tidak akurat.
Keterlibatan masyarakat lokal dalam melawan provokasi sangat penting, karena mereka adalah yang paling tahu kondisi sebenarnya di wilayah mereka. Ketika masyarakat Papua memiliki pemahaman yang jelas tentang tujuan sebenarnya dari kelompok separatis, mereka akan lebih sulit untuk dipengaruhi oleh narasi palsu yang disebarkan oleh gerombolan tersebut.
Selain itu, penting juga untuk memperkuat akses informasi yang kredibel di Papua. Pemerintah dan media lokal memiliki tanggung jawab besar dalam menyampaikan fakta yang akurat dan berimbang kepada masyarakat.
Dengan adanya sumber informasi yang dapat dipercaya, masyarakat akan memiliki dasar yang kuat untuk menilai setiap isu yang berkembang di wilayah mereka. Hal ini akan membantu mencegah tersebarnya hoaks dan kebohongan yang dirancang oleh kelompok separatis untuk menciptakan ketidakpercayaan terhadap pemerintah.
Pada akhirnya, upaya melawan provokasi OPM tidak bisa hanya dilakukan oleh satu pihak saja. Dibutuhkan kerja sama dari semua elemen masyarakat, termasuk tokoh-tokoh adat, pemuda, serta aparat keamanan, untuk bersama-sama menciptakan kesadaran akan bahayanya disinformasi.
Pemerintah juga perlu terus meningkatkan program-program pembangunan di Papua agar masyarakat merasakan dampak positif dari keberadaan negara di wilayah mereka. Dengan pembangunan yang merata dan melibatkan masyarakat, narasi yang dibangun oleh kelompok separatis akan kehilangan daya tariknya.
Melawan provokasi OPM adalah bagian penting dari menjaga stabilitas di Surga Kecil yang Jatuh ke Bumi ini. Kewaspadaan kolektif, akses informasi yang kredibel, serta kerja sama yang kuat antara pemerintah, aparat keamanan, dan masyarakat akan memastikan bahwa Papua tetap damai dan terhindar dari upaya-upaya disintegrasi. Hanya dengan bersama-sama, provokasi berbahaya dari kelompok pengacau di Tanah Papua ini dapat dilawan dan dihilangkan dari ruang publik.
*) Penulis merupakan Mahasiswa di Makassar asal Papua