Kata Papua

KH. Marsudi Syuhud: Jangan Terjebak Narasi Pesimisme, Mari Bangun Optimisme Bangsa - Kata Papua

KH. Marsudi Syuhud: Jangan Terjebak Narasi Pesimisme, Mari Bangun Optimisme Bangsa

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

KH. Marsudi Syuhud: Jangan Terjebak Narasi Pesimisme, Mari Bangun Optimisme Bangsa

Jakarta – Narasi “Indonesia Gelap” yang kerap muncul belakangan ini dinilai tidak mencerminkan semangat kebangsaan yang dibutuhkan dalam menghadapi tantangan global. Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Marsudi Syuhud, menegaskan bahwa narasi pesimisme tersebut lahir ketika harapan masyarakat tidak sejalan dengan kondisi riil, khususnya dalam situasi tekanan ekonomi atau penurunan pendapatan.

“Presiden Prabowo Subianto mengedepankan pendekatan optimistis dalam mengelola sumber daya nasional. Beliau menyeimbangkan antara keinginan dan kenyataan, serta membangun narasi positif di tengah tantangan,” ujarnya.

Menurut KH. Marsudi, pendekatan tersebut sejalan dengan nilai-nilai keagamaan yang mendorong umat untuk membangun masa depan dengan semangat optimisme dan kebersamaan, bukan rasa takut atau saling menyalahkan.

Ia juga menambahkan bahwa transparansi komunikasi pemerintah menjadi kunci dalam menyampaikan kondisi negara secara jujur namun konstruktif, agar masyarakat memahami bahwa tidak semua keinginan dapat segera terpenuhi.

“Presiden Prabowo telah menunjukkan keberpihakan pada kepentingan strategis nasional dengan menetapkan prioritas pembangunan secara terukur dan realistis. Ini adalah bentuk tanggung jawab dalam merespons dinamika global yang turut mempengaruhi stabilitas ekonomi banyak negara, termasuk Indonesia,” tegas KH. Marsudi.

Senada dengan itu, Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Indonesia, Dr. Aditya Perdana, menilai bahwa Presiden Prabowo telah sukses merangkul berbagai kekuatan politik untuk memperkuat stabilitas nasional. Menurutnya, langkah ini bukan hanya simbol rekonsiliasi, tetapi juga menjadi modal penting dalam menciptakan pemerintahan yang inklusif dan responsif.

“Situasi politik saat ini seharusnya menjadi pemicu munculnya optimisme nasional, bukan justru narasi provokatif yang memecah belah bangsa. Komitmen Presiden terhadap prinsip demokrasi deliberatif patut diapresiasi, terlebih dengan sikap terbuka terhadap kritik dan masukan,” kata Dr. Aditya.

Ia juga menyoroti pengakuan Presiden atas kelemahan komunikasi publik pemerintahan sebelumnya, yang menunjukkan kedewasaan politik dan kemauan untuk memperbaiki diri. Strategi komunikasi yang lebih efektif, lanjutnya, akan menjadi instrumen penting dalam menjaga kepercayaan publik dan memperkuat partisipasi masyarakat.

Membangun Indonesia yang cemerlang tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi seluruh elemen bangsa. Dalam menghadapi perbedaan, masyarakat diimbau untuk tetap menjunjung tinggi etika berdialog, menyampaikan kritik secara konstruktif, serta menolak segala bentuk provokasi yang dapat memecah belah persatuan.

Share:

Facebook
Twitter
Pinterest
LinkedIn
On Key

Related Posts