Kata Papua

Pemberian Gelar Pahlawan ke Soeharto, Bukti Konkrit Negara Tidak Lupa Jasa Pemimpin Bangsa - Kata Papua

Pemberian Gelar Pahlawan ke Soeharto, Bukti Konkrit Negara Tidak Lupa Jasa Pemimpin Bangsa

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Pemberian Gelar Pahlawan ke Soeharto, Bukti Konkrit Negara Tidak Lupa Jasa Pemimpin Bangsa

Jakarta – Pada peringatan Hari Pahlawan 10 Nopember 2025, Presiden Prabowo mengumumkan pemberian gelar Pahlawan Nasional terhadap orang-orang berjasa besar bagi bangsa dan negara. Termasuk diantaranya pemberian gelar Pahlawan Nasional terhadap Presiden RI ke-2 Soeharto.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Negara memberikan Gelar Pahlawan kepada Presiden RI ke 2, bukti negara tidak lupa dengan para tokoh dan pemimpin bangsa. Langkah ini mendapat dukungan berbagai pihak terungkap dalam dialog ditayangkan oleh TV Swasta Nasional tema “Bangsa Besar Menghormati Jasa Pemimpin dan Pahlawannya”, di Jakarta 9/11/2025. Hadir dalam acara tersebut Dr. Makroen Sanjaya, Pimpinan Majelis Pustaka & Informasi PP Muhammadiyah dan KH Arif Fahrudin, Wakil Sekjen MUI.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Dalam penyampaiannya Dr. Makroen Sanjaya, menegaskan bahwa Muhammadiyah sudah mengkaji dari ketokohan beliau sebagai Presiden ke-2. Soeharto sudah memberikan kontribusi terbesar bagi bangsa.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

“Kalau kita menyinggung sosok Presiden RI ke-2, Bapak Soeharto, sejak tahun 1946 sudah berkontribusi, waktu itu sejarah mencatat ada semacam kudeta yang dilakukan oleh kelompok kiri, Pak Harto sebagai militer bisa menanggulangi hal tersebut” ujarnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Jasa besar juga tampak pada peristiwa serangan umum 1 Maret di Yogyakarta yang kemudian menjadi salah satu episode sejarah bangsa di mana kita mempertahankan kemerdekaan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lebih lanjut Makroen menegasi peristiwa G30S/PKI, beliau sebagai tokoh utama yang bisa menyelesaikan persoalan itu.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

“apabila kita dalam memperlakukan pimpinan negara, ada filosofi Jawa yang sangat elegan kita coba kaji, yaitu ‘mikul ndhuwur, mendem njero’, tidak ada manusia yang sempurna” ujarnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tapi kalau kita sebagai bangsa hanya mencari-cari kesalahan dan kekurangan di masa lalu, tentu kita tidak akan maju ke depan. Ibarat kaca spion, itu perlu untuk pembelajaran dan hikmah untuk kita ambil, tapi ke depan kita harus tatap.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Makroen menjelaskan bahwa diera kini, generasi muda juga harus tidak boleh melupakan sejarah, dan kalau kita belajar sejarah juga membentuk sejarah baru, bahwa yang namanya pengorbanan, pencapaian, prestasi itu harus terus digaungkan, dilanjutkan dengan bentuk yang berbeda. Kalau jaman 1945 sampai 1965 penuh dengan pergolakan politik dan militer.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

“tetapi kalau sekarang untuk mencapai pembangunan bangsa, meningkatkan SDM sehingga kita bisa bersaing secara global, tentu anak-anak muda saat ini juga ahrus memiliki semangat yang sama, dia harus mampu berkorban, merelakan dirinya berkorban untuk sesuatu yang tujuan baik” katanya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sedangkan Wakil Sekjen MUI, KH Arif Fahrudin menyampaikan bahwa Pahlawan itu pada umumnya, mereka yang banyak jasa, berjasa kepada bangsa dan negara. Kedua adalah mereka yang rela mengorbankan segala apa yang dia punya demi satu tujuan bersama, yaitu tujuan mendirikan negara bangsa ini.

 

 

 

 

“Maka sesungguhnya pahlawan bisa kembali pada masa pra-kemerdekaan yang berkontribusi pada negara, atau pada waktu modern ini bisa banyak pahlawan” katanya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lebih lanjut Jadi misal, tenaga kerja kita itu kan pahlawan devisa, dia yang dedikasinya dan integritasnya diserahkan sepenuhnya untuk kemajuan bangsa dan negara ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Arif menegaskan, bahwa dua sosok ini antara Soeharto dan Gus Dur menggambarkan dua situasi yang cukup berbeda, tapi dalam satu frame yang sama.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

“Pak Harto itu kontribusi beliau sebelum bahkan dimulai di era revolusi kemerdekaan, merebut kemerdekaan dan di masa transisi dan sampai beliau menjadi pimpinan di ABRI sampai menjadi Presiden, jadi era sebelum kemerdekaan, kemerdekaan dan menjadi Presiden” ujarnya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sedang Gus Dur, Arif mengindentifikasi identik dengan selain trah ulama besar, yang itu semua adalah pendiri negara ini, pahlawan dan pejuang negara, dan di masa kemerdekaan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

“aktivitas Gus Dur adalah tokoh penggerak NU yang luar biasa kontribusinya untuk negara ini di aspek pendidikan agama, pesantren, kemudian pemberdayaan masyarakat sipil dan tadi, pluralitas, itu lah ikon dari Gus Dur” jelasnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Memang dalam agama, khususnya dalam Islam disebutkan bahwa dalams etiap 100 tahun itu pasti ada tokoh ataupun ada semangat yang sifatnya pembaruan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

“Itu tentu bisa kita ambil di sana, bagaimana kita mensyukuri semua generasi, terutama yang milenial, Gen Z, Alpha” katanya.

 

 

 

 

Ada kekhawatiran kalau tidak pandai menghargai jasa para pahlawan pendiri bangsa ini atau siapapun yang telah berkontribusi kepada negara ini, maka dia tidak akan pandai bersyukur dengan adanya negara ini.

Share:

Facebook
Twitter
Pinterest
LinkedIn
On Key

Related Posts