Pemerintah Blokir 3 Juta Situs Judi Daring, Sinergi Antar K/L Diperkuat
Oleh : Arya Pradipta
Pemberantasan judi daring di Indonesia kini bukan sekadar wacana, melainkan telah menjadi fokus serius lintas kementerian dan lembaga, mengingat eskalasinya yang kian meresahkan. Kesadaran masyarakat terhadap bahaya permainan ini, baik bagi individu maupun masa depan negara, perlu terus ditingkatkan.
Pemerintah pun tengah menargetkan pemblokiran hingga tiga juta situs judi daring sepanjang tahun ini sebagai langkah nyata melawan ancaman tersebut. Kondisi ini menuntut peran serta semua pihak untuk mewaspadai, menghindari, dan memberantas praktik perjudian digital yang menggerogoti sendi sosial dan ekonomi bangsa.
Kementerian Komunikasi dan Digital menegaskan bahwa pergerakan situs judi daring mengalami peningkatan signifikan, bahkan cenderung tak terbendung. Menurut Teguh Arifiyadi selaku Direktur Pengawasan Sertifikasi dan Transaksi Elektronik, hanya dalam kurun waktu lima tahun hingga 2023, kementeriannya telah memblokir 800.000 situs terkait.
Jumlah tersebut melonjak drastis pada periode 2023 hingga 2024, di mana dalam waktu setahun saja tercatat lebih dari tiga juta situs berhasil diblokir. Hal ini menjadi bukti bahwa pelaku dan jaringan judi daring terus memperbarui cara dan kanal mereka untuk mengelabui otoritas.
Tidak hanya kementerian, Kepolisian Republik Indonesia juga telah mengambil langkah tegas. Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan bahwa lembaga yang dipimpinnya telah berhasil menangani 1.297 perkara terkait judi daring, yang melibatkan tidak kurang dari 1.492 tersangka.
Pencapaian ini merupakan bagian dari kerja Desk Pemberantasan Perjudian Daring yang secara konsisten melakukan penegakan hukum. Di samping itu, pihak kepolisian turut mengamankan sejumlah barang bukti dengan nilai keseluruhan mencapai Rp922,53 miliar, sekaligus mengajukan permintaan pemblokiran terhadap 186.713 situs maupun akun yang terindikasi terlibat dalam aktivitas perjudian.
Langkah pemberantasan yang dilakukan tidak hanya terbatas pada pengungkapan kasus perjudian itu sendiri. Kepolisian juga memperluas penyidikan dengan membedah 13 perkara yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang, yang diketahui berakar dari praktik judi daring.
Untuk meningkatkan kapasitas penanganan kejahatan digital ini, delapan Polda kini memiliki Direktorat Reserse Siber, yang difungsikan untuk menjawab tantangan kejahatan dunia maya dan menjaga keamanan ruang digital nasional.
Jenderal Sigit secara tegas meminta jajarannya untuk menangani praktik judi daring secara maksimal, mengingat dampak negatifnya yang makin meluas, bahkan merambah anak-anak di bawah umur. Penegakan hukum terhadap pemain, operator, serta bandar judi digital ditegaskan harus dilakukan menyeluruh, termasuk penindakan melalui pasal-pasal tindak pidana pencucian uang. Pendekatan ini diharapkan dapat membuat pelaku jera, sekaligus menyelamatkan aset negara dari perputaran uang ilegal.
Sementara itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan juga menunjukkan ketegasan dalam mendukung langkah pemberantasan ini. Dipimpin oleh Ivan Yustiavandana, lembaga tersebut telah membekukan lebih dari 10 juta rekening penerima bantuan sosial yang dinilai tidak layak, karena terindikasi digunakan untuk bermain judi daring. Dana bantuan yang seharusnya menopang kehidupan keluarga miskin ternyata justru berakhir di meja judi digital, mencerminkan terjadinya penyimpangan serius dalam distribusi dana negara.
Ivan menyebutkan bahwa dari satu bank saja ditemukan lebih dari satu juta rekening dengan saldo total melampaui Rp2 triliun yang berkaitan dengan bantuan sosial menyimpang. Banyak di antaranya adalah rekening tidak aktif selama bertahun-tahun namun tetap menerima dana, serta rekening dengan saldo mencurigakan hingga jutaan rupiah yang mengindikasikan penerimanya tak lagi layak disebut sebagai keluarga prasejahtera. Seluruh rekening tersebut telah dibekukan oleh PPATK untuk mencegah penyalahgunaan lebih lanjut.
Hasil penelusuran yang dilakukan oleh PPATK mengungkap fakta mencengangkan, di mana ratusan ribu penerima bantuan sosial tercatat terlibat dalam jutaan aktivitas transaksi judi daring. Tercatat setidaknya 571.410 penerima bantuan secara aktif terlibat dalam lebih dari 7,8 juta transaksi yang berkaitan langsung dengan judi daring.
Menurut Ketua Tim Humas PPATK, M Natsir Kongah, temuan ini menunjukkan tingkat penyimpangan yang sangat memprihatinkan, sekaligus menjadi indikator bahwa penyalahgunaan dana bantuan telah mencapai tahap yang mengkhawatirkan.
Dalam menanggapi temuan tersebut, Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyatakan komitmennya untuk mencoret nama-nama penerima bantuan sosial yang terbukti menggunakan dana untuk berjudi. Langkah ini sejalan dengan proses pembenahan data penerima bantuan yang tengah dilakukan melalui sistem Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional.
Gus Ipul, panggilan akrab Menteri Sosial, menegaskan bahwa bantuan sosial harus tetap tepat sasaran. Oleh karena itu, 1,9 juta keluarga penerima manfaat yang tidak lagi memenuhi kriteria akan dikeluarkan dari daftar, sementara masyarakat miskin yang belum menerima bantuan akan diakomodasi.
Seluruh langkah tersebut merupakan bagian dari agenda besar pemerintah dalam membersihkan sistem bantuan sosial dari praktik penyimpangan, serta menutup celah perputaran dana gelap dari aktivitas judi daring. Sinergi antar lembaga, mulai dari Kementerian Komunikasi dan Digital, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hingga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, menjadi pilar utama dalam menghadapi kejahatan digital yang membawa dampak merugikan bagi negara maupun masyarakat secara keseluruhan.
Masyarakat diharapkan dapat menjadi bagian dari solusi dengan tidak lagi terlibat dalam praktik perjudian daring dan melaporkan aktivitas mencurigakan di lingkungan sekitarnya. Jika tidak dikendalikan sejak sekarang, judi daring tidak hanya akan merusak sendi ekonomi keluarga, tetapi juga mempercepat degradasi moral generasi muda. Upaya massif yang dilakukan pemerintah perlu didukung dengan kesadaran kolektif agar judi digital tidak terus tumbuh subur di negeri ini.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Khatulistiwa
[edRW]