Kata Papua

Pemerintah Dorong RUU Perampasan Aset Jadi Payung Hukum Progresif Merespons Aspirasi 17+8 - Kata Papua

Pemerintah Dorong RUU Perampasan Aset Jadi Payung Hukum Progresif Merespons Aspirasi 17+8

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Pemerintah Dorong RUU Perampasan Aset Jadi Payung Hukum Progresif Merespons Aspirasi 17+8

Oleh: Bara Winatha

Perampasan aset hasil tindak pidana telah lama menjadi perhatian publik, terutama ketika maraknya praktik korupsi, pencucian uang, hingga kejahatan terorganisir yang merugikan negara. Upaya menghadirkan regulasi yang mampu menjadi payung hukum progresif semakin mendesak seiring dengan aspirasi masyarakat dan kebutuhan hukum nasional yang terus berkembang. Pemerintah bersama DPR berkomitmen mendorong Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset sebagai jawaban atas aspirasi masyarakat, dengan mengedepankan prinsip transparansi, partisipasi publik, serta sinkronisasi dengan sistem hukum pidana yang berlaku.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ketua Badan Legislasi DPR RI, Bob Hasan, mengatakan bahwa pembahasan RUU Perampasan Aset akan dilakukan secara terbuka dan transparan. Ia menekankan pentingnya partisipasi publik yang bermakna sehingga masyarakat tidak hanya mengetahui judul RUU, melainkan juga memahami substansi yang terkandung di dalamnya. Menurutnya, pembahasan tidak boleh dilakukan secara tertutup karena seluruh elemen publik berhak mengakses informasi tentang rancangan tersebut. RUU Perampasan Aset ditargetkan dapat dirampungkan pada tahun 2025 ini, seiring dengan penyusunan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang sedang difinalisasi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lebih lanjut, kejelasan posisi hukum perampasan aset sangat krusial, apakah dimasukkan sebagai pidana asal, pidana pokok, pidana tambahan, atau bahkan dalam ranah perdata. Dengan begitu, kepastian hukum dapat tercapai, dan penegakan hukum berjalan sesuai kerangka yang terstruktur. Evaluasi Prolegnas 2025 perlu dilakukan agar proses legislasi lebih produktif, efisien, dan menjawab kebutuhan masyarakat. Dari 42 RUU prioritas yang ada, termasuk RUU Perampasan Aset, DPR bersama pemerintah berkomitmen mendorong percepatan pembahasan sesuai jadwal.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Di sisi pemerintah, Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan bahwa DPR cenderung akan mengajukan rancangan undang-undang baru mengenai perampasan aset. Pembahasan akan dilakukan setelah RKUHAP selesai difinalisasi, karena kedua instrumen hukum tersebut saling terkait. Proses pembahasan kembali diperlukan untuk memastikan apakah RUU akan diteruskan atau ditarik oleh pemerintah maupun DPR.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ia menekankan bahwa sinkronisasi antara KUHAP sebagai hukum acara pidana umum dengan RUU Perampasan Aset sebagai hukum acara pidana khusus harus dijaga agar tidak saling bertabrakan. Baginya, harmonisasi hukum adalah kunci agar regulasi baru tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari. Yusril juga memastikan bahwa pemerintah dan DPR sama-sama memiliki komitmen untuk menghadirkan payung hukum yang kuat terkait perampasan aset hasil tindak pidana, dan publik perlu memahami keseriusan ini sebagai bagian dari agenda reformasi hukum nasional.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Dari sisi parlemen, Anggota Baleg DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, mengatakan bahwa Prolegnas 2025 perlu dievaluasi agar target penyusunan dan pembahasan RUU lebih produktif. Ia mencatat masih ada puluhan RUU yang belum rampung meskipun waktu sudah semakin mendesak. Ledia menilai bahwa kondisi ini menandakan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap hambatan produktivitas legislasi. RUU Perampasan Aset harus masuk prioritas pembahasan mengingat urgensinya dalam menjawab kebutuhan publik dan penegakan hukum yang adil.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ledia menyoroti bahwa sinkronisasi antar-regulasi menjadi penting, terutama dalam konteks perkembangan ekonomi digital. Ia mencontohkan urgensi regulasi bagi pekerja berbasis platform seperti ojek online yang harus disinergikan dengan RUU Ketenagakerjaan agar tidak tumpang tindih. Dalam konteks RUU Perampasan Aset, hukum harus responsif terhadap tantangan baru, termasuk bentuk kejahatan transnasional yang memanfaatkan celah hukum untuk melarikan aset ke luar negeri. Keberadaan RUU Perampasan Aset akan memberikan kepastian hukum yang lebih progresif karena mampu menutup celah hukum yang selama ini sering dimanfaatkan pelaku kejahatan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Transparansi, partisipasi publik, dan sinkronisasi regulasi menjadi kunci agar regulasi ini tidak hanya sekadar hadir di atas kertas, melainkan benar-benar menjadi payung hukum progresif yang mampu merespons aspirasi masyarakat luas. Aspirasi 17+8 yang dimaksud adalah simbol dari kebutuhan masyarakat akan keadilan dan integritas hukum, di mana 17 merujuk pada prinsip keadilan substantif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sementara 8 merepresentasikan nilai kepastian hukum yang harus dijamin negara.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

RUU Perampasan Aset diharapkan dapat menjawab tuntutan publik untuk mempersempit ruang gerak pelaku tindak pidana dalam menyembunyikan hasil kejahatan. Dengan adanya mekanisme hukum yang jelas, negara dapat lebih tegas dalam melakukan perampasan aset, baik di dalam negeri maupun yang telah dialihkan ke luar negeri. Regulasi ini juga akan memperkuat koordinasi antara lembaga penegak hukum, seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga keuangan, dalam melacak serta mengamankan aset hasil kejahatan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Selain itu, perampasan aset juga akan menjadi instrumen strategis dalam upaya pemiskinan koruptor. Dengan regulasi yang kuat, pelaku tindak pidana tidak hanya dihukum penjara, tetapi juga kehilangan hasil kejahatan yang selama ini dinikmati. Hal ini sekaligus memberikan efek jera serta memulihkan kerugian negara. Publik pun diharapkan dapat berperan aktif dalam mengawasi proses legislasi agar pembahasan berjalan sesuai prinsip keterbukaan dan partisipasi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Melalui langkah ini, Indonesia berusaha memastikan bahwa hukum tidak tertinggal dari praktik kejahatan yang semakin kompleks. RUU Perampasan Aset diharapkan menjadi salah satu tonggak penting reformasi hukum menuju Indonesia yang lebih adil, transparan, dan berintegritas. Dengan dukungan seluruh elemen masyarakat, regulasi ini akan benar-benar menjadi payung hukum progresif yang merespons aspirasi 17+8, sekaligus memperkuat fondasi menuju Indonesia Emas 2045.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

*)Penulis merupakan pengamat sosial dan kemasyarakatan.

Share:

Facebook
Twitter
Pinterest
LinkedIn
On Key

Related Posts