Pemerintah Prioritaskan Pemerataan Listrik Desa pada 2026
Oleh: Bara Winatha
Pemerintah melalui berbagai kementerian dan lembaga resmi menempatkan percepatan elektrifikasi desa sebagai salah satu prioritas utama pada 2026. Upaya pemerataan akses listrik di seluruh desa di tanah air dianggap sebagai fondasi penting bagi pembangunan wilayah tertinggal, percepatan pertumbuhan ekonomi lokal, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), dan penghidupan yang layak bagi masyarakat pedesaan. Dengan target nasional yang ambisius yaitu mencapai elektrifikasi 100 persen atau mendekati seluruh wilayah desa teraliri listrik, pemerintah menegaskan bahwa istilah desa tertinggal tanpa listrik akan menjadi masa lalu di era pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Pakar Energi dari Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), Gunawan Benjamin menekankan bahwa pemerataan listrik desa punya dampak domino yang signifikan terhadap pelaku UMKM dan aktivitas ekonomi masyarakat pedesaan. Dalam pandangannya, hadirnya listrik di desa-desa bukan sekadar mengganti lampu minyak atau lilin, melainkan membuka ruang bagi penggunaan kulkas, pengerjaan produksi lokal, akses internet, dan segala aktivitas yang sebelumnya terhambat oleh ketiadaan infrastruktur tenaga listrik. Pemerintah juga dapat memanfaatkan sumber energi lokal seperti aliran air atau angin untuk membangun pembangkit mikrohidro atau turbin angin di daerah terpencil — alternatif yang lebih feasible dibandingkan harus membentang jaringan PLN ke daerah-terlalu jauh.
Pakar Energi terbarukan dari Universitas Sumatera Utara (USU) Warjio M.A., Ph.D. menambahkan bahwa elektrifikasi desa harus dilengkapi dengan pemanfaatan energi bersih atau terbarukan agar pembangunan berkelanjutan bisa tercapai. Ia menyoroti bahwa akses listrik bukan hanya soal jumlah rumah terhubung, tapi juga soal sumber energi, biaya operasional, dampak lingkungan, dan ketahanan sistem listrik itu sendiri. Dalam kajiannya, Warjio menyatakan bahwa ketika desa terhubung listrik dengan sumber yang ramah lingkungan — misalnya mikrohidro atau solusi off-grid berbasis surya — maka masyarakat desa tidak hanya menerima listrik, tetapi juga ikut dalam ekosistem energi baru yang mendukung masa depan desa mandiri.
Sisi regulasi dan kebijakan juga semakin diperkuat oleh pemerintah. Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto menyatakan bahwa seluruh desa di Indonesia akan berlistrik menjelang akhir masa pemerintahan Prabowo-Gibran. Ia menjelaskan bahwa ketersediaan listrik menjadi indikator utama dalam pemerataan pembangunan desa dan bahwa Kementerian Desa PDT terus melakukan koordinasi dengan PLN, Kementerian ESDM, dan pemerintah daerah untuk mempercepat proses. Yandri menekankan bahwa jangan ada lagi desa yang belum mendapat akses dasar listrik di Indonesia dan bahwa aspek infrastruktur dasar seperti listrik, air bersih, dan internet harus berjalan simultan agar pembangunan desa menjadi holistik.
Dari sisi implementasi, program listrik desa telah menunjukkan kemajuan yang nyata. Rasio elektrifikasi nasional tercatat hampir 99,83% pada akhir 2024, dan pemerintah menargetkan menjangkau seluruh desa melalui program listrik desa hingga 2029–2030. Informasi ini diperkuat oleh pernyataan bahwa pada tahun-tahun mendatang pemerintah akan fokus pada sisa kecil desa yang belum teraliri listrik dan akan memprioritaskan daerah tertinggal, terpencil, atau terluar. Strategi tersebut meliputi pembangunan infrastruktur kelistrikan fisik melalui PLN, serta pemanfaatan pembangkit listrik lokal dan off-grid untuk daerah yang sulit dijangkau. Di antaranya, pembangkit mikrohidro dan panel surya menjadi pilihan di komunitas pedesaan yang jauh dari jaringan nasional.
Lebih jauh, efek sosial dan ekonomi dari layanan listrik di desa sangat luas. Hadirnya listrik memungkinkan peningkatan kualitas pendidikan, karena sekolah bisa menggunakan komputer, internet, dan penerangan yang stabil. Pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) juga memperoleh kesempatan untuk mengolah produk lokal, menyimpan bahan dengan kulkas, dan memasarkan secara daring (online). Akses listrik sekaligus berarti akses informasi melalui internet, yang memperkuat sumber daya manusia setempat agar tidak tertinggal dalam era digital. Sebuah desa yang terang listriknya akan lebih mudah mengejar perkembangan ekonomi, memperkuat jaringan, dan menarik investasi mikro.
Secara kebijakan, tahun 2026 menjadi titik penting untuk akselerasi. Pemerintah memperkuat arah bahwa desa-tertinggal harus mendapatkan prioritas dalam anggaran dan pembangunan infrastruktur energi. Lebih lanjut, pemanfaatan energi lokal untuk desa-tertinggal dianggap sebagai peluang ekonomi. Hal ini menjadi bagian dari agenda besar pembangunan berkelanjutan yang dikaitkan dengan transformasi ekonomi berbasis lokalitas. Ketika listrik masuk, barang-elektronik, telekomunikasi, dan online marketplace bisa diakses sehingga ekonomi desa bisa bergerak lebih cepat.
Pemerintah pun memperkuat kerangka regulasi untuk percepatan elektrifikasi desa. Kementerian Desa PDT dengan kementerian ESDM dan lembaga terkait menyiapkan peta daerah yang masih belum teraliri listrik, menetapkan prioritas, dan melakukan monitoring secara berkala. Desa-tertinggal yang sebelumnya tidak masuk skema besar kini mendapatkan skema khusus dengan insentif, dukungan pembiayaan, dan teknologi alternatif. Selain itu, masyarakat juga dilibatkan melalui program literasi energi agar penggunaannya lebih efisien dan berkelanjutan.
Dengan momentum 2026 sebagai tahun percepatan, pemerintah memberi sinyal jelas bahwa listrik desa bukan hanya subsektor teknis energi, tetapi bagian dari transformasi sosial ekonomi nasional. Hal ini memperkuat bahwa pemerataan listrik desa adalah langkah konkret pemerintah untuk memastikan setiap warga negara memiliki hak dasar yaitu akses listrik dan pembangunan benar-benar merata hingga pelosok negeri.
*)Penulis merupakan Pengamat Sosial dan Kemasyarakatan




