Kata Papua

Pemerintah Tingkatkan Perlindungan Hak Pekerja dengan Penghapusan Outsourcing - Kata Papua

Pemerintah Tingkatkan Perlindungan Hak Pekerja dengan Penghapusan Outsourcing

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Pemerintah Tingkatkan Perlindungan Hak Pekerja dengan Penghapusan Outsourcing

 

 

 

 

Oleh Ratih Darmayanti

 

 

 

 

Komitmen pemerintah dalam meningkatkan perlindungan hak-hak pekerja mendapat angin segar melalui pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang secara tegas mendukung penghapusan sistem alih daya atau outsourcing. Langkah ini menandai titik balik dalam kebijakan ketenagakerjaan nasional yang selama ini dinilai belum sepenuhnya berpihak pada kesejahteraan buruh. Penghapusan sistem outsourcing bukan hanya soal penghilangan praktik alih daya, tetapi juga merupakan upaya strategis negara dalam menciptakan iklim ketenagakerjaan yang lebih adil, manusiawi, dan berkelanjutan.

 

 

 

 

Outsourcing telah lama menjadi momok bagi dunia ketenagakerjaan di Indonesia. Dalam praktiknya, banyak perusahaan memanfaatkan sistem ini untuk menghindari kewajiban jangka panjang terhadap pekerja, seperti pengangkatan sebagai pegawai tetap, pemberian jaminan sosial, hingga perlindungan atas pemutusan hubungan kerja (PHK). Konsekuensinya, para pekerja outsourcing hidup dalam ketidakpastian, upah yang tidak layak, serta minimnya perlindungan sosial. Dalam jangka panjang, hal ini bukan hanya merugikan pekerja, tetapi juga menciptakan ketimpangan sosial, mengganggu iklim ketenagakerjaan, dan menghambat produktivitas nasional.

 

 

 

 

Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya untuk menghapus sistem outsourcing, antara lain melalui pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional. Dewan ini akan memainkan peran penting dalam merumuskan mekanisme transisi menuju penghapusan outsourcing, dengan tetap menjaga keseimbangan antara kepentingan pekerja dan iklim investasi. Langkah ini mencerminkan kehati-hatian pemerintah dalam menjalankan reformasi ketenagakerjaan, tanpa menimbulkan gejolak yang dapat merugikan perekonomian nasional.

 

 

 

 

Pernyataan Presiden tersebut segera direspons positif oleh Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, yang menyatakan bahwa arahan itu akan menjadi landasan dalam penyusunan regulasi baru di tingkat kementerian. Hal ini menunjukkan bahwa komitmen Presiden bukan sekadar wacana, melainkan akan segera diimplementasikan ke dalam kebijakan nyata yang berdampak langsung pada jutaan pekerja di Indonesia.

 

 

 

 

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, menilai bahwa penghapusan sistem outsourcing akan memberikan kepastian status kerja bagi para pegawai. Ia menyebut bahwa perusahaan mau tidak mau akan terdorong dan berkewajiban untuk mengangkat tenaga kerja outsourcing menjadi pegawai tetap, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan mereka. Menurutnya, kepastian status sebagai pegawai tetap akan membuka akses pekerja terhadap berbagai hak dasar ketenagakerjaan, termasuk upah layak, jaminan sosial, dan perlindungan hukum atas hubungan kerja.

 

 

 

 

Langkah ini tentunya juga mendapatkan dukungan penuh dari kalangan serikat buruh. Ketua Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Bali, Ida Idewa Made Rai Budi Darsana, menyambut baik komitmen Presiden dalam menghapus outsourcing. Menurut Budi Darsana, praktik outsourcing selama ini kerap disalahgunakan oleh perusahaan-perusahaan nakal untuk menghindari kewajiban terhadap pekerja. Bahkan, ia mengungkap bahwa pekerja outsourcing sering kali tidak mendapatkan jaminan ketenagakerjaan dan kesehatan secara utuh, serta berada dalam posisi rentan terhadap pemutusan hubungan kerja secara sepihak. Penghapusan sistem ini, menurutnya, akan menjadi solusi atas berbagai masalah ketenagakerjaan yang selama ini membelenggu buruh.

 

 

 

 

Penghapusan outsourcing akan membuat perusahaan menyesuaikan struktur ketenagakerjaannya, termasuk dari sisi anggaran dan manajemen sumber daya manusia. Namun demikian, transisi menuju sistem ketenagakerjaan yang lebih adil merupakan investasi jangka panjang bagi stabilitas sosial dan produktivitas ekonomi. Ketika pekerja mendapatkan kepastian status dan kesejahteraan, maka loyalitas dan produktivitas pun akan meningkat, yang pada akhirnya memberikan keuntungan bagi perusahaan itu sendiri.

 

 

 

 

Dalam konteks makro, penghapusan outsourcing juga dapat berkontribusi pada penguatan daya beli masyarakat. Dengan meningkatnya pendapatan dan perlindungan sosial pekerja, konsumsi rumah tangga yang merupakan motor utama pertumbuhan ekonomi nasional akan terdongkrak. Ini menciptakan efek domino positif bagi sektor-sektor lainnya, dari industri, perdagangan, hingga layanan publik. Artinya, keberpihakan pada pekerja bukan hanya langkah etis, tetapi juga strategi ekonomi yang rasional.

 

 

 

 

Ke depan, pelaksanaan penghapusan outsourcing harus dijalankan dengan roadmap yang jelas dan inklusif. Pemerintah perlu melibatkan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari asosiasi pengusaha, serikat pekerja, hingga akademisi dan organisasi masyarakat sipil. Pendekatan partisipatif ini penting agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kepentingan bersama dan dapat dijalankan secara efektif di lapangan. Selain itu, pengawasan dan penegakan hukum ketenagakerjaan harus diperkuat untuk mencegah terjadinya praktik-praktik penyelundupan hukum atau manipulasi status kerja oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

 

 

 

 

Pemerintah juga perlu memberikan insentif dan pendampingan bagi perusahaan yang bersedia mengalihkan pekerja outsourcing menjadi pegawai tetap. Hal ini bisa dilakukan melalui keringanan pajak, bantuan pelatihan, atau fasilitasi dalam restrukturisasi organisasi. Dengan demikian, reformasi ini tidak hanya menjadi beban bagi dunia usaha, tetapi juga menjadi peluang untuk memperbaiki tata kelola ketenagakerjaan secara menyeluruh.

 

 

 

 

Rencana penghapusan sistem outsourcing oleh Presiden Prabowo merupakan langkah progresif yang patut diapresiasi. Kebijakan ini bukan sekadar menjawab aspirasi jutaan pekerja, tetapi juga mencerminkan visi negara dalam membangun sistem ketenagakerjaan yang berkeadilan, sejahtera, dan bermartabat. Dengan kerja sama dan komitmen semua pihak, Indonesia dapat melangkah menuju masa depan ketenagakerjaan yang lebih baik dan berkelanjutan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

)* penulis merupakan pengamat kebijakan publik

Share:

Facebook
Twitter
Pinterest
LinkedIn
On Key

Related Posts