Perkuat Persatuan, Negara dan Masyarakat Bersama Cegah Radikalisme
Oleh: Rizal Ramdhan
Aparat keamanan bersama masyarakat bersinergi memperkuat antisipasi dari ancaman radikalisme menjelang Nataru 2025-2026. Karena momentum ini biasanya digunakan kelompok penganut paham ekstrem untuk menyebarkan pengaruh mereka untuk mengganggu stabilitas nasional. Dengan demikian, kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat menjadi kunci utama memastikan agar perayaan ibadah Natal dan Tahun Baru bisa aman serta damai.
Negara melalui instrumen keamanannya terus mengaktifkan berbagai langkah strategis untuk menjamin stabilitas melalui koordinasi lintas sektor yang ketat. Polri, TNI, dan kementerian terkait telah mensinergikan kekuatan dalam mengamankan rumah ibadah serta objek vital melalui patroli dialogis yang intensif.
Pemanfaatan Forum Koordinasi Pimpinan Kota yang menggandeng organisasi kemasyarakatan dan tokoh agama membuktikan bahwa harmoni sosial merupakan hasil dari kerja kolektif yang terencana secara matang.
Meski begitu, harus dibarengi dengan partisipasi aktif masyarakat luas sebagai pendeteksi dini di lingkungan terkecil mereka. Sehingga dapat mengidentifikasi potensi ancaman radikal dengan cepat sebelum menjadi aksi nyata.
Ketahanan sosial yang terbangun lewat budaya gotong royong terbukti efektif menjadi benteng yang menghalau masuknya paham intoleransi ke dalam lapisan komunitas paling bawah. Kasubdit Kerjasama Regional BNPT, Yaenurendra Hasmoro Aryo Putro menegaskan bahwa meskipun Indonesia berhasil mempertahankan kondisi tanpa serangan teroris sejak tahun 2023, seluruh pemangku kepentingan dilarang lengah sedikit pun.
Yaenurendra menyebutkan bahwa ancaman ekstremisme berbasis kekerasan masih sangat nyata, terutama melalui propaganda dan rekrutmen masif yang menyasar remaja serta anak-anak di platform daring. Ia menekankan pentingnya pendekatan secara sistematis yang melibatkan seluruh unsur melalui strategi yang melibatkan pemerintah dan masyarakat secara menyeluruh.
Penyebaran informasi positif menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan tokoh masyarakat untuk menangkal narasi destruktif. Penguatan literasi digital mendorong publik untuk lebih kritis dalam menyaring informasi di media sosial serta berani melaporkan konten yang berbau radikalisme kepada pihak berwajib.
Di tengah meningkatnya aktivitas digital selama libur Nataru, kewaspadaan terhadap narasi polarisasi menjadi sangat krusial untuk melindungi kelompok rentan dari pengaruh doktrin yang menyesatkan.
Pemerintah juga berfokus pada penguatan regulasi melalui Rencana Aksi Daerah guna mencegah ekstremisme berbasis kekerasan secara berkelanjutan di berbagai provinsi. Kepala Bidang Kerja Sama Politik dan Perdamaian Internasional Kemenko Polkam, Triyono Yulianto menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia memiliki komitmen kuat dalam pencegahan terorisme yang selaras dengan amanat Pancasila.
Triyono menyatakan dukungan penuh terhadap penyusunan regulasi lanjutan periode 2025–2029 sebagai bukti nyata komitmen domestik dan internasional dalam memerangi terorisme. Forum koordinasi di tingkat daerah tersebut menjadi sangat strategis dalam memetakan potensi kerawanan sosial yang mungkin muncul menjelang akhir tahun.
Salah satu wujud nyata kehadiran negara dalam memitigasi konflik antarumat beragama terlihat dari upaya mediasi pada persoalan rumah doa yang sempat muncul di wilayah Bekasi. Staf Khusus Menteri Agama RI Bidang Kerukunan Umat Beragama, Gugun Gumilar menegaskan bahwa Kementerian Agama memastikan penyelesaian setiap persoalan dilakukan secara adil, damai, dan bermartabat.
Gugun menjelaskan bahwa komitmen tersebut menjamin pelaksanaan ibadah umat Kristiani tetap berjalan tanpa gangguan apa pun selama masa perayaan tersebut. Ia pun menambahkan bahwa penanganan kerukunan tidak dapat dilakukan secara parsial, melainkan membutuhkan kerja sama dari tokoh masyarakat dan warga untuk mewujudkan kehidupan yang harmonis.
Langkah tersebut mencakup pemberian izin rumah ibadah sesuai ketentuan hukum serta pendampingan sosial bagi jemaat dan warga sekitar guna menjaga kondusivitas lingkungan secara jangka panjang.
Dalam upaya jangka panjang, penguatan peran keluarga menjadi fondasi dalam membentengi generasi muda dari paparan ideologi radikal. Orang tua wajib memberikan pemahaman agama yang utuh dan moderat agar anak-anak tidak mudah terpengaruh oleh narasi radikal yang sering muncul di media sosial menjelang libur panjang.
Penanaman nilai-nilai Pancasila secara konsisten dapat mereduksi potensi konflik etnis atau agama yang sering dieksploitasi oleh kelompok radikal untuk memecah belah persatuan bangsa.
Langkah konkret seperti menjadikan wilayah tertentu sebagai desa percontohan kerukunan merupakan inovasi yang perlu mendapat dukungan secara luas dari berbagai elemen masyarakat.
Program tersebut tidak hanya berfokus pada pengamanan fisik, tetapi juga mencakup pemulihan sosial dan psikologis pasca-kejadian konflik serta penguatan moderasi beragama melalui kegiatan sosial lintas iman. Melalui pendekatan dialog dan musyawarah mufakat, setiap potensi gesekan dapat diselesaikan dalam bingkai persatuan nasional.
Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku radikalisme tetap menjadi prioritas pemerintah dengan dukungan penuh dari informasi yang diberikan oleh masyarakat. Integrasi antara kesiapsiagaan aparat keamanan dan kewaspadaan aktif dari seluruh lapisan masyarakat diharapkan mampu membuat perayaan Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 berlangsung penuh khidmat dan kedamaian.
Sinergi yang kokoh tersebut tidak hanya bertujuan untuk menjaga ketertiban selama libur akhir tahun, tetapi juga untuk memperkuat kedaulatan serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari segala bentuk ancaman ideologi kekerasan yang merusak tatanan sosial. Kebersamaan antara negara dan rakyat dalam menangkal radikalisme mencerminkan kekuatan sejati bangsa dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks di masa depan. (*)
Konsultan Pembinaan Ideologi Bangsa – Institut Nasional Ideologi dan Moral







