Kata Papua

Teror KKB Papua Sebagai Ancaman Persatuan Bangsa - Kata Papua

Teror KKB Papua Sebagai Ancaman Persatuan Bangsa

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Persoalan KKB yang terjadi di Papua hingga saat ini semakin mengalami perubahan ke arah yang lebih ekstrim. Yang menjadi sorotan utama ialah adanya atau sering terjadinya kontak senjata antara TNI dan anggota KKB Papua. Kelihatan bahwa KKB Papua semakin berani menyatakan diri melawan dan menantang TNI. Maka secara tidak langsung mereka juga telah terang-terangan menentang negara. Tak jarang terjadi kontak senjata yang mengakibatkan korban jiwa, baik dari pihak TNI dan anggota KKB Papua maupun masyarakat biasa. Terlepas dari perspektif moral peristiwa-peristiwa yang terjadi, nyatanya keberanian dan kenekadan KKB Papua tersebut sangat berpotensi mengancam persatuan NKRI. Semakin gencarnya anggota KKB Papua melakukan aksinya, semakin besar potensi adanya perpecahan dalam bangsa. Tak hanya sampai di situ, namun situasi tersebut akan semakin mengakibatkan banyak kehancuran yang tentunya dapat mengancam kedamaian dan persatuan NKRI.

Organisasi Papua Merdeka (OPM) tidak salah sepenuhnya jika disamakan dengan KKB (kelompok kriminal bersenjata). Tak hanya OPM saja, bahkan maling, begal, rampok, ataupun pencuri juga bisa disebut sebagai KKB jika para pelaku kriminal menggunakan senjata api maupun senjata tajam. Sebagian masyarakat menilai OPM, TPNBP, atau kelompok sejenisnya tetap separatis. Dilihat dari tujuannya untuk memisahkan diri dari Indonesia atau mengerat sebagian keutuhan wilayah Indonesia, separatis tergolong makar yang dalam KUHP Pasal 106 terancam pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun. Definisi lain terhadap OPM adalah pemberontak terhadap negara atau pemerintahan yang sah. Mirip dengan makar, dalam KUHP Pasal 108 pelakunya terancam pidana penjara maksimal 15 atau 20 tahun. Masalahnya, yang dapat dipidanakan dengan penyebutan istilah separatis, makar, atau pemberontak ini hanya perorangan. Padahal, OPM dan sejenisnya bukan sekadar kumpulan orang per orang seperti begal motor. OPM merupakan suatu organisasi besar yang di dalamnya setiap anggota terikat dengan tujuan bersama. Maka akan sangat sulit bila OPM disematkan dengan status separatis karena secara hukum bertentangan. Namun, bila status OPM dinaikkan menjadi kelompok separatis, resiko yang tak terhindarkan adalah pola dan operasi penanganan OPM akan berubah drastis, yakni dari operasi persuasif menjadi operasi represif yang pernah diterapkan di Aceh kala itu sebagai Daerah Operasi Militer (DOM).

Sejak kemerdekaan, bangsa Indonesia melalui proses yang cukup lama pada akhirnya sepakat memilih dan menetapkan Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah hidup bangsa. Pancasila menjadi ideologi bangsa yang tidak akan tergantikan sampai kapan pun. Dalam Pancasila terkandung nilai-nilai kehidupan bangsa dan negara yang fundamental. Nilai-nilai dalam Pancasila sangat cocok dan sesuai dengan seluruh aspek kehidupan manusia Indonesia. Dan berhadapan dengan realitas di mana bangsa ini terdiri dari berbagai etnis, agama, ras, suku dan budaya, maka keberadaan sila ketiga (Persatuan Indonesia) merupakan kekuatan yang merangkul segala keberagaman tersebut. Adanya sila ketiga seharusnya semakin membakar semangat bangsa untuk menjunjung tinggi nilai persatuan di atas segala perbedaan dan keberagaman yang ada. Keberagaman dan perbedaan yang ada mestinya disiasati agar menjadi daya dukung dalam mempertahankan persatuan yang ada dan terus diperjuangkan. Adanya berbagai suku, ras, agama, budaya dan adat-istiadat dalam NKRI merupakan identitas nasional bangsa. Identitas nasional ini merupakan hal yang patut dibanggakan karena tidak semua bangsa di dunia memiliki hal istimewa seperti yang dimiliki bangsa Indonesia. Dengan persatuanlah bangsa Indonesia mengalami kemerdekaan dan kebebasan dari penjajahan bangsa asing. Dengan persatuanlah bangsa Indonesia memperoleh kekuatan yang sesungguhnya untuk merdeka. Sebelum bersatu, bangsa Indonesia dalam masa penjajahan selalu mengalami kekalahan karena masih berjuang dalam kelompok-kelompok yang kecil.

Separatisme KKB Papua: Pemudaran Nilai Persatuan Sebagai Identitas Nasional
Tindakan kriminal menggunakan senjata yang dilakukan oleh anggota KKB Papua semakin brutal dan menjadi-jadi. Anggota KKB bahkan secara terang-terangan melalui surat tulisan tangan menentang dan menyatakan perang melawan TNI. Beberapa kali terjadi kontak senjata antara anggota KKB dan TNI-Polri di berbagai titik. Realitas yang terjadi antara KKB Papua dan anggota TNI-Polri sudah dapat diklasifikasi dalam perang saudara atau perang non internasional karena telah terjadi sengketa senjata antara pemberontak yang berperang (belligerent) dengan instansi pertahanan pemerintahan negara yang sah (TNI-Polri) dan terjadi di wilayah negara dari negara yang sedang mengalami konflik tersebut, dalam hal ini negara Indonesia.

Banyak orang yang berpendapat bahwa aksi-aksi yang dilakukan oleh anggota KKB Papua pantas dimasukkan dalam kasus atau dalam taraf separatisme. Anggapan ini bertolak dari fakta bahwa anggota KKB Papua telah melakukan aksi teror yang berarti pula menolak taat pada TNI-POLRI (dalam hal ini secara tidak langsung telah menolak taat terhadap negara yang berdaulat dan berarti pula ada keinginan atau tujuan untuk memisahkan diri dari kesatuan dengan NKRI, dan memang pada kenyataannya demikianlah yang terjadi). Terlebih karena aksi teror mereka telah mengakibatkan kehancuran dan memakan korban jiwa. Menurut undang-undang hukum Indonesia, KKB Papua ataupun OPM sudah dapat dikatakan sebagai organisasi yang dilarang beredar di Indonesia dikarenakan memiliki ideologi untuk memisahkan diri dari Indonesia sebagaimana tertera pada pasal 87 KUHP (Yang menegaskan bahwa tindak pidana makar baru dianggap terjadi apabila telah dimulainya perbuatan-perbuatan pelaksanaan dari si pembuat makar [penyerangan]. Selain itu suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai makar atau aanslag apabila dilakukan dengan kekerasan) tentang perbuatan untuk melakukan suatu makar. Namun penyebutan KKB Papua sebagai kelompok separatis menemukan kendala penyebutannya karena akan mengalami pendekatan langsung dengan TNI-POLRI secara militeristik yang secara tidak langsung bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM).

Jalan Deradikalisasi


Persoalan OPM dalam negara ini merupakan persoalan yang sudah lama ada dan secara terus-menerus mengalami perkembangan yang membawa akibat buruk bagi kesatuan negara. Masih terjadinya aksi-aksi teror sebagai akibat dari tidak tercapainya tujuan OPM untuk memisahkan diri dari NKRI merupakan bukti bahwa pemerintah dan negara belum bisa mengatasi persoalan tersebut. Hal ini pula menunjukkan bahwa cara atau metode pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya mencegah aksi-aksi tersebut tidak efektif sesuai kenyataan bahwa sampai saat ini kegiatan OPM dalam menjalankan aksi terornya masih sering terjadi. Maka dari itu, pemerintah perlu melakukan pendekatan yang lebih efektif dan menjanjikan keberhasilan agar persoalan tersebut segera berakhir dan persatuan bangsa Indonesia tetap utuh. Sudah banyak cara atau pendekatan yang dilakukan pemerintah, baik melalui langkah persuasif, pendekatan militer dengan menempatkan anggota keamanan pada pos tertentu. Sebagai manusia Indonesia yang mencintai dan menjunjung tinggi nilai persatuan dan kemanusiaan yang tercantum dalam Pancasila, saya ingin mengusulkan suatu jalan Deradikalisasi sebagai upaya menetralkan persoalan yang terjadi di Papua. Jalan Deradikalisasi saya anggap sebagai jalan tengah yang terbaik karena tidak bertentangan dengan HAM. Deradikalisasi adalah segala upaya untuk menetralisir paham-paham radikal melalui pendekatan interdisipliner, seperti hukum, psikologi, agama, ekonomi, pendidikan, kemanusiaan dan sosial-budaya bagi mereka yang dipengaruhi atau terekspose paham radikal dan atau prokekerasan. Implementasi Program Deradikalisasi (Pembinaan) dapat dilakukan melalui Deradikalisasi di dalam Lapas. Sasaran narapidana terorisme yang berada di dalam lapas dengan melakukan identifikasi, rehabilitasi, reedukasi dan resosialisasi. Deradikalisasi di luar Lapas dengan sasaran potensi radikal, mantan napi, keluarga dan jaringannya dengan melakukan identifikasi, Pembinaan Pengawasan Kebangsaan dan Agama serta Bina Kemandirian. Pendekatan dengan jalan Deradikalisasi bisa menghindari terjadinya pelanggaran HAM dengan menghindari adanya perlakuan kasar atau kontak senjata. Dengan demikian, persatuan dan kesatuan bangsa sebagai identitas fundamental bangsa yang terdapat dalam Pancasila tetap utuh.

Share:

Facebook
Twitter
Pinterest
LinkedIn
On Key

Related Posts