Tindak Tegas OPM Sumber Penderitaan Masyarakat Papua
Oleh: Matrthinus Nare
Tindakan tegas terhadap Organisasi Papua Merdeka (OPM) merupakan langkah krusial dalam menangani sumber penderitaan yang dialami oleh masyarakat Papua.
Dalam beberapa waktu terakhir, kekerasan yang dilakukan oleh OPM telah menimbulkan dampak serius terhadap keamanan dan kesejahteraan warga Papua, termasuk kasus-kasus kekerasan terhadap anggota TNI/Polri dan warga sipil yang mencerminkan kekejaman yang tidak bisa dimaafkan.
Hal ini mendorong pemerintah untuk mengambil tindakan tegas guna menyelesaikan konflik dan mengakhiri penderitaan yang telah lama dirasakan oleh masyarakat Papua.
Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto, dengan lugas menyatakan bahwa negara tidak akan mentoleransi kekerasan yang dilakukan oleh OPM, terutama karena sasarannya bukan hanya anggota TNI dan Polri, tetapi juga warga sipil. Bahkan, kasus pemerkosaan terhadap guru dan tenaga kesehatan di pedalaman Papua menunjukkan kekejaman yang tidak dapat ditolerir.
Pemerintah telah menunjukkan keseriusannya dengan mengubah penyebutan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) menjadi OPM, menandakan komitmen untuk memberangus kelompok ini. Keputusan ini didukung oleh Panglima TNI dengan perintah tertulis pada 5 April 2024. Dukungan politik dari Menteri Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto serta Ketua MPR Bambang Soesatyo memperkuat langkah-langkah ini.
Namun, penindakan terhadap OPM tidak hanya masalah fisik semata. Ini juga membutuhkan dukungan politik yang kuat dan keputusan presiden sebagai landasan hukum untuk operasi militer selain perang (OMSP) di Papua. Pandangan ini didukung oleh Khairul Fahmi, pengamat militer, yang menekankan pentingnya dukungan politik dari legislatif dan eksekutif untuk memberantas OPM.
Pandangan mengenai aspek Hak Asasi Manusia (HAM) juga memainkan peran penting dalam penanganan konflik di Papua. Komnas HAM mengecam kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan, anak-anak, dan masyarakat sipil, serta menyerukan penyelidikan transparan terhadap kasus-kasus ini.
Meskipun kejahatan harus ditindak dengan tegas, penanganan harus memperhatikan pendekatan yang terukur agar tidak menimbulkan pelanggaran HAM yang baru. Pendekatan terukur ini meliputi penyediaan infrastruktur yang merata di Papua, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pengembangan ekonomi lokal. Dengan cara ini, disparitas di bidang perekonomian, kesehatan, dan pendidikan antara masyarakat Papua dengan daerah lain dapat dikurangi. Komnas HAM menegaskan perlunya Pemerintah mengutamakan pendekatan ini sebagai bagian dari penyelesaian konflik dengan OPM.
Analis intelijen, pertahanan, dan keamanan, Ngasiman Djoyonegoro, menekankan pentingnya sinergi ini melalui penguatan koordinasi serta peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) personel. Koordinasi yang kuat antara TNI dan Polri menjadi kunci dalam penanganan OPM serta untuk memastikan strategi pengejaran dan penyergapan terhadap OPM dapat dilakukan secara efektif.
Penguatan koordinasi ini juga mencakup evaluasi istilah yang digunakan antara TNI dan Polri terkait OPM. Kemenko Polhukam akan mengkaji kembali istilah yang digunakan, dengan beberapa pihak berbeda pendapat terkait hal ini. Namun, penyelesaian konflik OPM tidak hanya tentang penyebutan istilah semata, tetapi juga mengenai pendekatan dan strategi yang komprehensif.
Dukungan politik dari pemerintah pusat, legislatif, serta kesadaran akan perlunya penyelesaian konflik dengan memperhatikan HAM menjadi landasan yang kuat bagi TNI dan Polri dalam menindak OPM. Ini juga mencerminkan kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat Papua secara menyeluruh. Karena itu, langkah-langkah tegas harus diiringi dengan pendekatan yang holistik untuk memastikan perdamaian dan kemajuan di Papua.
Pendekatan holistik yang mencakup tindakan tegas terhadap OPM, penguatan infrastruktur untuk masyarakat Papua, dan peran koordinasi TNI-Polri menjadi landasan penting dalam penyelesaian konflik di Papua. Langkah-langkah ini harus didukung oleh dukungan politik dari pemerintah pusat, legislatif, serta kesadaran akan perlunya penyelesaian konflik dengan memperhatikan Hak Asasi Manusia (HAM).
Dukungan politik dari pemerintah pusat, legislatif, serta kesadaran akan perlunya penyelesaian konflik dengan memperhatikan HAM menjadi landasan yang kuat bagi TNI dan Polri dalam menindak OPM. Ini juga mencerminkan kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat Papua secara menyeluruh. Karena itu, langkah-langkah tegas harus diiringi dengan pendekatan yang holistik untuk memastikan perdamaian dan kemajuan di Papua.
Pendekatan holistik ini harus memperhatikan aspek sosial, ekonomi, politik, dan budaya dalam menyelesaikan konflik di Papua. Pemerintah perlu terus berkomitmen untuk membangun Papua menjadi daerah yang stabil, makmur, dan sejahtera bagi seluruh masyarakatnya.
Dalam menghadapi tantangan yang kompleks ini, perlu diingat bahwa penyelesaian konflik di Papua tidaklah mudah dan memerlukan komitmen yang kuat dari semua pihak terkait. Dukungan politik, sinergi antara lembaga keamanan, dan perhatian terhadap pendekatan holistik menjadi kunci dalam meraih perdamaian yang berkelanjutan bagi Papua.
Semoga langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah dapat membawa keamanan, kesejahteraan, dan kemajuan bagi masyarakat Papua serta memastikan bahwa kekerasan dan penderitaan dapat diakhiri untuk selamanya. Dengan demikian, upaya penyelesaian konflik ini dapat berjalan secara efektif dan berkelanjutan, membawa perdamaian dan kemajuan bagi Papua dan Indonesia secara keseluruhan.
)* Mahasiswa asal Papua tinggal di Jakarta