Waspadai Politik Identitas Jelang Pilkada sebagai Ancaman Demokrasi
Oleh : Andi Ramli
Politik identitas terus menjadi perhatian dalam setiap kontestasi politik, terutama jelang Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada). Fenomena ini tidak hanya menciptakan polarisasi sosial tetapi juga mengancam integritas demokrasi yang seharusnya menjadi alat untuk merangkul perbedaan.
Pemilihan Umum Kepala Daerah yang seharusnya menjadi ajang demokrasi yang sehat dan jujur, kerap disusupi kepentingan identitas yang berpotensi memperuncing perpecahan. Dalam konteks politik Indonesia, di mana keberagaman menjadi fondasi utama bangsa, politik identitas bisa menjadi ancaman serius apabila tidak dikelola dengan bijak.
Staf Khusus Menteri Agama Bidang Media dan Komunikasi Publik, Wibowo Prasetyo, menilai bahwa gesekan politik yang dipicu oleh politik identitas dapat diminimalisir. Menurutnya, masyarakat Indonesia sudah semakin matang dalam menghadapi kontestasi politik, termasuk Pilkada 2024.
Kesadaran akan moderasi beragama yang telah diinternalisasi ke dalam kehidupan sehari-hari membuat masyarakat lebih berhati-hati dalam membawa isu agama ke ranah politik. Pandangan ini menunjukkan bahwa ada perkembangan positif dalam kesadaran kolektif masyarakat terkait bahaya politik identitas. Dengan imbauan yang sudah disampaikan oleh Menteri Agama, penggunaan politik identitas pada ajang kontestasi politik tersebut diharapkan akan semakin berkurang.
Meski demikian, tantangan yang dihadapi tidak sepenuhnya hilang. Reni Mayerni, Deputi Pengkajian Strategik, mengungkapkan bahwa politik identitas tetap menjadi dinamika yang berkembang dalam demokrasi.
Reni menyebut bahwa dalam demokrasi, berbagai identitas politik terlembaga dalam kelompok-kelompok tertentu, baik dalam partai politik maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memiliki afiliasi terhadap identitas spesifik.
Namun, tantangan muncul ketika identitas tersebut tidak dimainkan dengan etika dan moral yang seharusnya, sehingga berpotensi merenggangkan persatuan bangsa. Oleh karena itu, peran identitas dalam politik harus berada dalam koridor yang jelas, agar tidak membahayakan keutuhan sosial. Reni melihat fenomena ini sebagai tantangan besar yang perlu diatasi agar demokrasi tetap berjalan dalam jalur hukum yang benar.
Fenomena politik identitas tidak hanya sekadar ancaman lokal, tetapi juga tantangan global. Banyak negara demokrasi lainnya yang turut menghadapi problem serupa, di mana isu identitas digunakan untuk meraih simpati pemilih.
Hal tersebut berpotensi menciptakan polarisasi sosial yang pada akhirnya merugikan stabilitas nasional. Demokrasi Indonesia, yang dibangun atas asas Bhinneka Tunggal Ika, menghadapi tantangan serius ketika politik identitas berkembang tanpa kendali. Politisasi agama dan etnis tidak hanya merusak suasana pesta demokrasi, tetapi juga mengganggu konsolidasi nasional yang telah diupayakan dalam jangka panjang.
Presiden RI ketujuh, Joko Widodo, dalam pidato kenegaraannya, secara tegas mengingatkan bahaya politik identitas dalam Pemilu 2024. Presiden menekankan bahwa demokrasi Indonesia harus semakin dewasa, tidak lagi terjebak dalam politisasi agama atau isu-isu identitas yang memecah belah.
Pesan tersebut disampaikan dalam rangka memperkuat konsolidasi nasional, sebuah upaya untuk menjaga stabilitas bangsa di tengah dinamika politik. Penekanan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah sadar akan dampak buruk politik identitas dan berkomitmen untuk menciptakan Pemilu yang lebih sehat, di mana demokrasi yang inklusif dapat berkembang.
Selama masa kepemimpinan Presiden Jokowi, kesadaran akan bahaya politik identitas telah diangkat dalam berbagai forum, baik nasional maupun internasional. Hal ini sejalan dengan semangat demokrasi yang semakin inklusif dan terbuka bagi semua elemen bangsa tanpa membedakan identitas etnis, agama, atau golongan.
Presiden Indonesia pertama yang berasal dari kalangan non-elite politik dan militer tersebut menunjukkan komitmen nyata dalam menjaga persatuan bangsa dengan terus mengingatkan masyarakat akan pentingnya menjaga integritas demokrasi.
Dalam konteks jelang Pilkada, penggunaan politik identitas sering kali dimanfaatkan untuk meraih simpati kelompok tertentu, namun di sisi lain, hal tersebut dapat menciptakan perpecahan di antara kelompok masyarakat yang berbeda.
Oleh karena itu, moderasi dalam politik menjadi kunci penting untuk menjaga stabilitas dan harmoni sosial. Kesadaran masyarakat akan pentingnya moderasi beragama dan politik telah mengalami perkembangan signifikan. Menurutnya, imbauan untuk menghindari politik identitas sudah disampaikan dengan baik dan telah membuahkan hasil berupa suasana Pemilu yang lebih damai dan teratur.
Dalam menghadapi ajang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024, kesadaran kolektif dari semua elemen bangsa diperlukan, khususnya untuk tidak membawa isu identitas ke dalam politik.
Hal tersebut penting untuk menjaga integritas demokrasi dan memastikan bahwa kontestasi politik yang berlangsung tetap sehat dan tidak menciptakan perpecahan di masyarakat. Harus ada solusi yang konkret agar fenomena tersebut dapat dikelola dengan baik.
Pada akhirnya, Pilkada tidak hanya tentang memilih pemimpin, tetapi juga tentang menjaga persatuan bangsa. Politik identitas yang tidak terkendali dapat merusak tatanan sosial yang sudah terbentuk, sehingga peran serta semua pihak sangat diperlukan untuk menjaga agar kontestasi politik berjalan dengan sehat dan demokratis.
Dalam konteks tersebut, upaya pemerintah, tokoh masyarakat, dan semua elemen bangsa sangat penting untuk terus memperkuat konsolidasi nasional dan mencegah berkembangnya politik identitas yang merusak.
*) Analis Politik Nasional – Forum Kajian Demokrasi Indonesia