Dialog Publik RKUHP Mencegah Disinformasi di Masyarakat
Oleh : Aprilian Hutapea
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana merupakan peraturan yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari segala kejahatan pidana. Namun sayangnya masih ada yang menganggapnya kontroversial, mungkin karena mereka membaca draft-nya bukan dari situs resmi pemerintah.
Oleh karena itu ada dialog publik yang akan menghapus disinformasi tersebut, sehingga masyarakat memahami maksud di balik pasal-pasalnya.
Ketika masyarakat pertama kali mengetahui draft RKUHP, mereka terkejut karena ada banyak pasal tambahan di dalamnya. Namun reaksi masyarakat dinilai wajar, karena mereka belum memahami apa maksud dari pasal-pasal tersebut.
Oleh karena itu pemerintah membuat dialog publik di berbagai daerah, untuk meluruskan kesalahpahaman yang terjadi di tengah masyarakat.
Dialog publik dilakukan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia beserta lembaga-lembaga negara. Dialog dan sosialisasi diadakan mulai dari kampus hingga tempat umum lain. Tujuannya agar lebih banyak audiens yang memahami mengapa KUHP saat ini harus diganti, dimana RKUHP sudah sempurna dalam melindungi masyarakat dari tindak kejahatan pidana.
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Shanti Purwono, mengadakan dialog publik mengenai RKUHP di sebuah hotel di Bali. Menurutnya, RKUHP membawa semangat perubahan sehingga pasal-pasalnya menjadi aturan yang lebih komprehensif dan menjadi kepastian hukum yang baik. Namun semangat pembaruan dalam RKUHP tidak tercapai jika tidak ada dukungan masyarakat.
Oleh karena itu masyarakat diminta untuk memberi aspirasi, usulan, dan masukan pada RKUHP. Pemerintah memberi ruang aspirasi pada mereka secara langsung saat sesi dialog dan sosialisasi, maupun secara online via situs resmi pemerintah. Dalam situs tersebut juga tertera dengan jelas draft pasal-pasal RKUHP sehingga bisa dibaca dan masyarakat tidak bingung, karena jika mereka baca di media lain bisa jadi pasalnya bukan itu.
Masyarakat perlu menyimak baik-baik dialog dan sosialisasi RKUHP karena mereka bisa menyampaikan aspirasinya dan juga kritikan. Misalnya ketika ada pasal dalam RKUHP mengenai aturan yang wajib ditaati oleh para tukang gigi. Ada bagian pasal yang direvisi setelah para tukang gigi memberi kritikan. Mereka masih boleh bekerja, asal tugasnya dibatasi jadi hanya membuat gigi palsu, bukannya menggantikan tugas dokter gigi dengan mengobati sakit gigi atau membuat behel (kawat gigi).
Selain itu, dalam dialog RKUHP, disinformasi akan dihapuskan. Misalnya pada pasal larangan penyebaran berita yang mengandung unsur kebohongan. Pasal ini tidak melarang masyarakat untuk menyebarkan suatu kabar. Namun mengatur mereka agar memahami sebuah berita baik-baik, agar tidak terjebak hoaks dan propaganda, dan menyebarkannya.
Hoaks sangat berbahaya karena bisa mengacaukan kondisi sosial masyarakat. Misalnya ketika ada hoaks mengenai berita demo di suatu tempat. Padahal itu hanya ajakan demo oleh seorang oknum yang tersebar di media sosial, dan kenyataannya tidak ada unjuk rasa. Masyarakat sudah terlanjur takut dan akhirnya anak-anaknya diliburkan sekolah karena takut terkena dampak demo.
Sementara itu, dialog publik RKUHP juga diadakan di Bandung dan mengundang para ahli. Dr Surastini Fitriasih, akademisi dari Universitas Indonesia, menyatakan bahwa RKUHP adalah beleid yang tidak hanya memberikan ketegasan. Namun juga keadilan hukum di Indonesia. Salah satunya adalah adanya alternatif sanksi. Misalnya pidana penjara bisa diganti sanksi, sedangkan sanksi bisa diganti dengan kerja sosial.
Dengan dialog publik maka masyarakat bisa lebih memahami RKUHP dan menghapus disinformasi terhadap RUU ini. Penyebabnya karena mereka paham bahwa RKUHP sama sekali tidak angker atau terlalu ketat mengatur kehidupan warga negara Indonesia. Namun justru akan memperbaiki hukum pidana di Indonesia.
Dr Surastini melanjutkan keterangannya mengenai pasal-pasal dalam RKUHP. Dalam pasal terkait penggelandangan yang termasuk tindak pidana. Larangan untuk menggelandang merupakan batasan agar tidak mengganggu ketertiban umum. Sanksinya hanya pidana denda, bukannya langsung digelandang ke penjara begitu saja lalu barang-barangnya dibuang.
Dalam artian, pemerintah bukannya anti gelandangan, hanya mengarahkan agar mereka tidak merusak ketertiban umum. Lagipula, dalam UUD disebutkan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Sudah selayaknya gelandangan ditertibkan dan bukannya diusir. Melainkan mereka akan dibina oleh Dinas Sosial sehingga memiliki keterampilan untuk modal bekerja, dan memiliki taraf hidup yang lebih baik.
Jika ada dialog-dialog seperti ini maka disinformasi mengenai RKUHP akan terhapuskan. Masyarakat lebih memahami bahwa pasal-pasal baru dalam RKUHP tidak untuk menghukum secara kejam. Namun akan mengatur masyarakat agar lebih tertib. Kalaupun ada yang bersalah dan dimasukkan dalam lembaga pemasyarakatan, maka konteksnya adalah ia dibina, bukannya dihukum seberat-beratnya.
Masyarakat menyambut hangat dialog dan sosialisasi RKUHP karena mereka puas akan penjelasan para pejabat dari kementerian dan lembaga negara, serta para ahli hukum. RKUHP bukanlah RUU yang sangat angker. Namun merupakan cara agar masyarakat Indonesia lebih terlindungi dari segala macam tindak kejahatan pidana yang merugikan.
)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara