Dukung RKUHP Jaga Ketertiban Umum
Oleh : Putri Ganeswari
Sangat penting mendukung pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), karena di dalamnya mengutamakan berbagai macam nilai-nilai asli dari filosofi Bangsa ini, termasuk salah satunya adalah kepentingan bersama yang dijunjung lebih tinggi daripada kepentingan kelompok atau individu.
RKUHP memiliki salah satu pandangan utama yakni menjaga ketertiban umum mengenai Pasal demonstrasi dan bukanlah seperti dianggap yang seolah akan membatasi hak kebebasan berpendapat masyarakat.
Setelah salah satu Pasal dalam RKUHP, yakni mengenai pasangan yang bukan muhrim melakukan check-in di hotel menjadi ramai diperbincangkan, dan ternyata itu hanyalah merupakan delik aduan dan bukannya pidana penjara, sebelumnya juga sempat terjadi kontroversi mengenai Pasal tentang demonstrasi atau unjuk rasa.
Mengenai polemik yang tengah terjadi, seolah-olah berkembang narasi bahwa dalam RKUHP sama sekali tidak akan menindak ketika terdapat para pendemo tatkala menjalankan aksinya mereka rusuh, selama mereka sudah mengurus perizinan kepada pihak berwenang. Tentu sama sekali tidaklah demikian.
Selain itu, berkembang pula isu yang menyatakan bahwa dengan wajib adanya pelaporan atau perizinan sebelum menggelar sebuah aksi, maka seolah-olah pihak pemerintah membungkam atau melarang kebebasan berpendapat dari masyarakat, utamanya yang biasanya melakukan demonstrasi seperti para mahasiswa.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej menyampaikan aturan dalam RKUHP mengenai hukum pidana bagi pihak yang tidak memberitahukan rencana aksi demonstrasi kepada pihak berwenang ternyata bertujuan untuk menjaga ketertiban umum.
Dengan tegas, pria yang akrab disapa Prof Eddy tersebut menyatakan bahwa pelaporan atau perizinan kepada kepolisian sebelum melakukan demonstrasi tersebut bukanlah mengenai pembatasan kebebasan berpendapat masyarakat, melainkan tujuan utamanya adalah murni untuk menjaga ketertiban umum.
Hal tersebut sudah termaktub dalam Pasal 256 RKUHP yang menyebutkan bahwa setiap orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
Pada pasal tersebut sebenarnya sudah sangat jelas ditetapkan bahwa memang sejatinya segala aktivitas massa yang banyak sangat berpotensi menimbulkan beberapa gangguan kepentingan umum masyarakat lainnya, sehingga jelas saja harus ada aturan yang mengatur dengan jelas.
Justru dengan adanya Pasal 256 RKUHP tersebut, menurut Wamenkumham akan menjamin adanya keamanan dan ketertiban umum, di sisi lain juga tetap mengakomodasi hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat mereka. Karena dengan adanya pemberitahuan kepada kepolisian, maka mereka akan mampu menjaga keamanan dan ketertiban umum tersebut, salah satu contohnya adalah dengan melakukan pengaturan arus lalu lintas.
Otomatis ketika pihak kepolisian dilibatkan sejak awal, mereka akan mampu mengatur lalu lintas dengan lebih baik sehingga pihak lain, selain peserta demonstrasi, tidak akan terganggu oleh kegiatan yang kerap memicu kerumunan orang untuk memadati jalanan. Sehingga kepentingan antara banyak pihak tetap bisa terakomodasi dengan baik tanpa perlu ada salah satu pihak yang merasa dirugikan.
Sebaliknya, apabila Pasal 256 RKUHP tersebut tidak dengan jelas mengatur mengenai perizinan demonstrasi terlebih dahulu, maka potensi-potensi timbulnya kericuhan atau kemacetan parah di jalanan akan menjadi semakin tinggi sehingga akan menggangu mobilitas masyarakat pula karena sebelumnya tidak diperkirakan dan diatur dengan baik, termasuk mengenai arus lalu lintasnya.
Maka dari itu, jelas sekali bahwa pemberitahuan kepada kepolisian ketika hendak melakukan aksi demonstrasi itu bukanlah untuk membatasi hak berpendapat dari masyarakat, namun agar kepolisian bisa melakukan rekayasa arus lalu lintas untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat luas pula.
Sementara itu, anggota Tim Sosialisasi RKUHP Albert Aries mengatakan, mahasiswa tidak perlu khawatir dikriminalisasi selama mereka memberitahukan rencana unjuk rasa. Dirinya juga mengklaim, meski mengusulkan ketentuan unjuk rasa di RKUHP, pemerintah tetap menghargai kebebasan berpendapat masyarakat sebagai hak yang diatur dalam konstitusi.
Dengan tegas, Albert bahkan menyatakan bahwa sama sekali tidak ada toleransi lagi bahwa demo merupakan hak konstitusional, dan juga bersifat asasi. Meski begitu, apabila hal tersebut sama sekali tidak ada pemberitahuan sebelumnya, maka pihak kepolisian juga akan kesulitan untuk menyiapkan pengalihan rute dan mempersiapkan keamanannya.
Di sisi lain, Pengamat Politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Nicky Fahrizal menilai pasal-pasal kontroversial dalam draf final Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) alias RUU KUHP melindungi nilai-nilai agama, moralitas, keragaman suku, ras, dan golongan. Menurutnya, saat ini memang RKUHP menyerap amanah dari Pasal 28J UUD NRI Tahun 1945 mengenai nilai-nilai agama, moral, dan ketertiban umum.
Maka dari itu, justru polemik yang selama ini beredar ditengah masyarakat melalui media sosial kembali lagi hanyalah merupakan dampak dari luasnya informasi dan kurangnya pemahaman cara membaca. Justru Pasal mengenai demonstrasi dari RKUHP sangat patut untuk didukung karena tujuan utamanya adalah menjaga ketertiban dan keamanan umum, bukanlah menghalangi kebebasan hak berpendapat masyarakat seperti isu yang beredar.
)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara