Kebijakan DOB Strategi Jitu Menyejahterakan Orang Asli Papua
Oleh : Levi Raema Wenda
Kebijakan Daerah Otonom Baru (DOB) Papua adalah sebuah strategi jitu untuk menyejahterakan masyarakat di Bumi Cenderawasih.
Hal ini karena dengan adanya DOB Papua diyakini akan terjadi peningkatan yang signifikan pada perekonomian dan kesejahteraan bagi masyarakat Papua, khususnya Orang Asli Papua (OAP).
Pembentukan DOB di Papua tengah menjadi topik pembicaraan hangat di Pemerintah Pusat dan juga masyarakat Papua. Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia dalam keterangan persnya menyatakan bahwa suara rakyat mengenai DOB ini telah ditampung dan dipastikan akan diakomodir dalam RUU DOB.
Sebagaimana diketahui, RUU mengenai DOB Papua akan dibawa ke pembahasan dalam Rapat Paripurna DPR untuk akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang.
Untuk diketahui bahwa, pembentukan DOB ini nantinya akan menjamin keberadaan OAP. Hal ini tercermin dalam Pasal 21 draf ketiga RUU DOB.
Pada pasal ini dijelaskan tentang ketentuan mengenai penataan aparatur sipil negara di Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan yang diatur dengan Peraturan Menteri untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara. Dengan ketentuan khusus afirmasi.
Dengan adanya afirmasi, maka kebijakan DOB Papua yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat menggaransi keberadaan OAP di Pemerintahan Daerah. Nantinya ASN di provinsi baru yang ada di Papua akan diisi oleh 80 persen OAP. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) ad interim Mahfud MD. Mahfud menyatakan bahwa penghitungan DOB Provinsi Papua sebanyak 46 ribu ASN akan mempertimbangkan kearifan lokal Papua dengan komposisi 80 persen OAP dan 20 persen non OAP. Mahfud juga menambahkan bahwa SDM ASN di daerah pemekaran 3 Provinsi Papua harus mempertimbangkan aspek geospasial, desain organisasi, pengisian DPRD, dan pendanaan atau anggaran.
Pengisian ASN di provinsi baru yang ada di Papua bakal dilakukan dengan empat cara penerimaan. Pertama, calon pegawai negeri sipil OAP yang berusia paling tinggi 48 tahun. Kedua pegawai honorer OAP yang terdaftar di kategori II Badan Kepegawaian Negara (BKN) menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang berusia paling tinggi 50 tahun.
Selanjutnya syarat ketiga yaitu pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja. Keempat dengan mengangkat pegawai honorer OAP yang terdaftar sebagai tenaga honorer kategori II di BKN menjadi CPNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau PPPK.
Dalam rangka mengoptimalkan pemberian afirmasi kepada OAP ini, nantinya akan dibarengi dengan seleksi terbuka dan kompetitif berdasarkan peraturan perundang-undangan. Setiap pengadaan calon ASN diberikan penilaian secara objektif sesuai dengan kompetensi, kualifikasi, kebutuhan instansi, dan persyaratan lain.
Afirmasi kepada OAP ini bertujuan untuk menghindari migrasi besar-besaran dari pendatang saat dibuka formasi-formasi baru dalam pemerintahan daerah di sana. Karena sering terjadi saat penerimaan seleksi CPNS warga pendatang yang mengambil formasi di Papua dan kemudian mengajukan mutasi ke luar Papua ketika mereka telah diterima dan bekerja.
Kebijakan DOB ini akan memberikan dampak positif bagi masyarakat Papua. Kesempatan yang diberikan kepada OAP untuk menjadi bagian dari ASN adalah salah satu cara bagi masyarakat setempat untuk berkontribusi membangun daerahnya. DOB di Papua akan menyejahterakan masyarakat Papua kini dan nanti.
)* Penulis adalah Pengamat Papua, mantan jurnalis media lokal di Papua.