Korupsi Lukas Enembe Mencederai Rakyat Papua
Oleh : Moses Waker
Gubernur Papua Lukas Enembe ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK, karena terbukti melakukan korupsi dan menerima gratifikasi senilai ratusan miliar rupiah. Perbuatan buruknya mencederai rakyat Papua dan mencoreng nama baik mereka. Korupsi harus dibabat dengan tuntas, agar masyarakat di Bumi Cenderawasih tidak menjadi korban.
Sejak Lukas Enembe menjabat sebagai Gubernur Papua, rakyat sangat mempercayainya, karena ia pernah menjadi Bupati Puncak Jaya. Sebagai pejabat yang berpengalaman, ia disukai karena memberi banyak beasiswa kepada putra-putri Papua yang berprestasi.
Akan tetapi rakyat kecewa berat semenjak ia terbukti korupsi dan gratifikasi serta diduga mengambil dana otsus (otonomi khusus) yang seharusnya untuk pembangunan di Papua.
Ketika Lukas Enembe ditetapkan jadi tersangka pada bulan September lalu, masyarakat Papua bergejolak. Penyebabnya karena ada segelintir warga yang masih tidak mempercayai bahwa gubernurnya korupsi.
Mereka termakan propaganda yang sengaja disebarkan oleh tim kuasa hukum Lukas, bahwa ini adalah permainan politik. Padahal kasus Lukas murni korupsi dan KPK memiliki bukti-bukti yang valid.
Masyarakat yang masih tidak percaya bahwa Lukas Enembe korupsi, bertindak nekat dengan mengelilingi rumah gubernur mereka, di kawasan Koya Tengah, Muara Tami, Jayapura. Rakyat bergerombol dan berjaga di sana dalam radius 200 meter. Tujuannya agar ketika ada penjemputan paksa dari KPK, Lukas bisa tetap diamankan.
Tindakan rakyat yang keterlaluan itu tidak bisa dibenarkan, karena Lukas telah mencederai hak mereka dan melakukan korupsi, tetapi malah dibela habis-habisan. Boyamin Saimin, koordinator MAKI (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia), menyatakan bahwa KPK selalu mengingatkan ke semua pihak, agar tidak mempengaruhi saksi untuk mangkir dari panggilan. Pihak yang melakukannya bisa dipidana karena menghalangi penyidikan.
Aturan yang disebut oleh KPK terdapat dalam Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Isinya: tiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa atau para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun atau denda paling sedikit 150 juta dan paling banyak 600 juta.
Ancaman hukuman ini tidak main-main, dan masyarakat yang bergerombol untuk melindungi Lukas Enembe tidak boleh menghalangi kinerja KPK saat penjemputan. Jika mereka melawan dengan keras maka akan diancam pidana penjara. Apalagi saat mereka memakai senjata tradisional untuk menakut-nakuti petugas, bisa terkena pasal lain yakni ancaman pembunuhan.
Masyarakat dihimbau untuk mengikhlaskan Lukas Enembe agar ia diterbangkan ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan. Jangan malah dilindungi karena cinta buta. Lukas justru mencederai rakyat karena mencuri uang negara yang seharusnya dipakai untuk kepentingan rakyat, bukan justru dibela habis-habisan.
Sementara itu, UU Tipikor Pasal 21 juga bisa menjerat istri dan anak Lukas, yakni Yulce Wenda dan Astract Bona Enembe. Mereka bisa dianggap menghalangi penyidikan KPK, karena menolak untuk dijadikan saksi dalam kasus korupsi yang menjerat Lukas. Padahal kesaksian dari keluarga Lukas sangat penting untuk mengetahui seberapa uang yang sebenarnya dikorupsi olehnya.
Oleh karena itu rakyat Papua menghimbau Yulce Wenda dan Bona Enembe untuk menaati aturan hukum dan mendatangi Gedung KPK untuk diperiksa para penyidik. Jangan mangkir dengan alasan yang tidak masuk akal. Seharusnya mereka ikut bertanggung jawab karena sebagai anggota keluarga pasti menikmati aliran dana korupsi juga.
Sementara itu, Tokoh Agama di Papua, Pendeta Albert Yoku, menyatakan bahwa jangan ada pihak yang menghalangi penyidikan kasus Lukas Enembe. Kasus tindak pidana korupsi merupakan tanggung jawab Lukas. Dalam artian, ia tidak bisa mangkir dan tidak bertanggung jawab atas kesalahannya. Lantas berdiam diri di rumah dengan alasan stroke dan sakit jantung.
Sebagai pejabat tinggi seharusnya Lukas bertanggung jawab atas segala perbuatannya, termasuk saat ia ketahuan korupsi. Jika ia terus bersembunyi maka sama saja dengan tidak jantan.
Apalagi korupsi yang dilakukan oleh Lukas tidak main-main karena nominalnya mencapai ratusan miliar rupiah. Korupsi tentu mencederai hak rakyat Papua karena seharusnya dengan uang itu rakyat mendapatkan infrastruktur berkualitas baik. Namun bisa jadi karena dananya dikorupsi, kualitasnya diturunkan atau pengerjaannya ditunda. Rakyat Papua yang jadi korban dari keserakahan para koruptor.
Seruan Pendeta Albert sangat tepat karena ada pula pejabat-pejabat yang tingkatannya di bawah Lukas, yang malah membelanya habis-habisan. Mereka tidak mau jika Lukas diperiksa oleh KPK. Disinyalir mereka menghalangi penyidikan karena merupakan komplotan koruptor, dan saat Lukas diperiksa maka mereka juga terseret dan bisa dijadikan tersangka juga.
Oleh karena itu jangan ada yang membela Lukas Enembe habis-habisan, baik dari rakyat sipil maupun dari kalangan pejabat. Pihak keluarga Lukas (anak dan istrinya) juga wajib untuk bertindak kooperatif dan mau diperiksa di Gedung KPK. Jangan menolak panggilan dan menghalangi penyidikan, karena bisa dipidana penjara. Lukas sudah mencederai kepercayaan rakyat dengan korupsi dan gratifikasi, dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Gorontalo