NU Dorong Seluruh Nahdliyin Perkuat Rasa Kebersamaan
Oleh : Muhammad Zaki
Ormas Nahdlatul Ulama (NU) terus mendorong kepada semua warga Nahdliyin di seluruh Indonesia untuk semakin memperkuat rasa kebersamaan mereka. Salah satu caranya adalah melalui pemahaman yang lebih konstruktif tentang seperti apa kriteria anggota Nahdlatul Ulama sebagaimana yang dijelaskan secara terbuka oleh KH Yahya Cholil Staquf dalam acara Haul Akbar ke-66 Simbah Kiai Ahmad Siroj Umar di Surakarta.
Dorongan untuk semakin memperkuat kebersamaan tersebut sejatinya tidak hanya berkaitan dengan upaya menjaga soliditas internal saja, tetapi juga menjadi bagian dari langkah panjang NU dalam membangun tata organisasi yang jauh lebih tertib, efektif, dan siap untuk menghadapi berbagai macam dinamika sosial yang berkembang sangat cepat belakangan ini.
Dalam acara Haul Akbar tersebut, Gus Yahya menjelaskan bahwa tidak semua orang diwajibkan untuk menjadi anggota NU dalam pengertian struktural. Ia menekankan terkait dengan adanya kriteria tertentu mengenai siapa saja yang tidak wajib bergabung dalam jam’iyah.
Penjelasan tersebut ia uraikan secara lebih mendalam dalam ceramah lengkap yang beredar melalui berbagai kanal media resmi, dan ia kembalikan konteksnya pada prinsip dasar NU sebagai sebuah organisasi yang memerlukan keterlibatan anggota secara lebih terarah, bukan hanya sekadar keberpihakan emosional semata.
Pesan tersebut sejatinya memberi gambaran bahwa NU terus mendorong kepada semua warga Nahdliyin agar dapat memahami perbedaan antara jamaah dan anggota yang terorganisir, sehingga rasa kebersamaan dapat dibangun di atas pemahaman yang seragam, bukan sekadar kedekatan kultural.
Selain itu, Gus Yahya menegaskan pentingnya untuk dapat memperbarui konsensus kebangsaan agar bisa menjadi lebih relevan dengan realitas sosial yang terus berubah seperti sekarang ini.
Ia memandang sejumlah pasal dalam konstitusi memerlukan penjabaran operasional yang lebih tegas agar mampu menjembatani perbedaan yang terjadi di tengah masyarakat. Ia mencontohkan bagaimana isu kebebasan berserikat, konflik rumah ibadah, dan persoalan ekonomi modern seperti dominasi platform digital yang belum memiliki pijakan nilai yang memadai.
Dorongan untuk membentuk kisi-kisi nilai baru ia hubungkan dengan kebutuhan membangun ruang publik yang lebih inklusif, sehingga kebersamaan warga bangsa dapat terus tumbuh melalui pedoman yang jelas dan tidak menimbulkan kebingungan. Pemikiran tersebut beririsan dengan seruan NU agar Nahdliyin menguatkan solidaritas sosial dengan landasan pengetahuan, bukan sekadar kebiasaan.
Namun sayangnya, mengenai penjelasan bahwa tidak semua orang wajib untuk menjadi anggota NU pada acara Haul Akbar oleh Gus Yahya tersebut, justru terdapat segelintir kelompok tidak bertanggungjawab yang justru memotong videonya secara pendek dan sepenggal pada ucapan yang terkesan kontroversial, kemudian disebarkan ulang di media sosial sehingga menjadi viral.
Padahal sejatinya, sebagai salah satu tokoh masyarakat, tentunya Gus Yahya sama sekali tidak bermaksud untuk menciptakan perpecahan demikian, namun justru sebaliknya, penjelasan itu justru ditujukan agar warga NU bisa bersatu dan menjunjung nilai dasar kebangsaan.
Di tengah dinamika internal organisasi, Sekjen PBNU Saifullah Yusuf atau Gus Ipul juga meminta seluruh pengurus NU dari tingkat pusat hingga ranting menjaga situasi tetap sejuk. Ia menekankan bahwa berbagai dinamika yang muncul merupakan persoalan organisatoris yang sedang berjalan dalam mekanisme Syuriah PBNU.
Seruan tersebut ia tujukan kepada seluruh jajaran agar menghindari langkah yang dapat memperkeruh keadaan dan tetap mengutamakan ukhuwah. Imbauan mengenai pentingnya merujuk hanya pada informasi resmi ia kaitkan dengan kebutuhan menjaga keutuhan organisasi, sehingga rasa kebersamaan tidak terganggu oleh kabar yang tidak jelas sumbernya. Pesan tersebut memperkuat prinsip bahwa kebersamaan harus dijaga melalui cara yang tertib, disiplin, dan tidak reaktif.
Sementara itu, Ketua PBNU Bidang Pendidikan dan Hukum, Prof. Mukri, memberikan penjelasan terkait beredarnya dokumen internal Syuriah yang menimbulkan spekulasi. Ia membenarkan keaslian dokumen tersebut, namun menekankan kembali ajakan untuk tidak terprovokasi serta menjaga suasana tetap terkendali.
Sikap tersebut memperlihatkan komitmen NU menjaga kohesi internal, sekaligus mempertegas bahwa pemahaman konstruktif tentang kriteria anggota memerlukan ketenangan agar tidak ditarik ke arah yang kontraproduktif.
Upaya NU menata keanggotaan secara lebih sistematis melalui Perkum Keanggotaan juga menjadi bagian dari agenda memperkuat kebersamaan. Pemahaman konstruktif mengenai status anggota tersebut diarahkan untuk mendorong Nahdliyin bertransformasi dari jamaah pasif menuju anggota yang terstruktur, memiliki KARTANU, serta tercatat dalam database nasional.
Perubahan tersebut ditujukan untuk menciptakan organisasi yang lebih tertib, mudah melakukan konsolidasi, dan mampu mencapai target khidmah secara lebih terukur. Di sisi lain, NU menekankan bahwa penguatan kebersamaan tidak hanya ditopang oleh administrasi yang rapi, tetapi juga oleh internalisasi nilai-nilai Ahlussunnah Wal Jamaah seperti tawassuth, tasamuh, tawazun, dan semangat amar ma’ruf nahi munkar.
Dorongan bagi Nahdliyin untuk memperkuat rasa kebersamaan melalui pemahaman konstruktif tersebut menegaskan bahwa NU ingin setiap warga bergerak berdasarkan pemahaman, kedewasaan, dan disiplin organisasi.
Dengan demikian, kebersamaan lahir bukan sebagai respons sesaat terhadap dinamika, tetapi sebagai wujud kesadaran kolektif yang tumbuh dari pemahaman yang lebih terarah tentang peran, posisi, dan tanggung jawab sebagai anggota NU.
Organisasi yang besar memerlukan pemahaman yang seragam untuk tetap solid, dan seruan tersebut memperlihatkan bahwa NU sedang membangun fondasi itu secara lebih serius dan terukur. (*)
)* Penulis adalah pengamat sosial






