Pemerintah Pastikan Beri Perlindungan PMI di Malaysia
Oleh: Audy Andriani
Upaya perlindungan terhadap Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang berada di luar negeri, khususnya di Malaysia, terus menjadi perhatian utama pemerintah. Dalam berbagai kesempatan, pemerintah menegaskan kehadirannya untuk memberikan perlindungan maksimal, baik bagi pekerja migran yang tengah menghadapi masalah, maupun bagi calon pekerja migran Indonesia (CPMI) yang bersiap untuk bekerja secara legal di luar negeri. Ini adalah cerminan nyata dari peran negara dalam menjamin hak dan martabat setiap warga negara, termasuk mereka yang mencari penghidupan di luar batas-batas geografis Indonesia.
Langkah nyata tersebut terlihat dalam komitmen kuat dari Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) yang tak hanya berperan dalam merespons kasus-kasus pekerja migran yang mengalami persoalan di negeri orang, tetapi juga aktif dalam menciptakan tata kelola penempatan yang lebih baik dan terstruktur. Melalui koordinasi dengan atase ketenagakerjaan, pemerintah memastikan bahwa setiap PMI memiliki akses terhadap perlindungan hukum, layanan kesehatan, hingga bantuan pemulangan jika diperlukan.
Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, menegaskan bahwa negara tidak akan tinggal diam melihat warganya terlunta-lunta di negeri orang. Secara tegas Karding menyatakan bahwa pihaknya akan membantu proses pemulangan PMI yang sedang sakit di Malaysia. Ini bukan hanya bentuk simpati, tetapi implementasi konkret dari amanat konstitusi yang menyatakan bahwa negara wajib melindungi setiap warga negaranya, di manapun mereka berada.
Karding juga menekankan bahwa dirinya bersama Atase Ketenagakerjaan (Atnaker) di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) bertanggung jawab penuh dalam memberikan perlindungan dan pengurusan terhadap PMI. Ini mencerminkan sinergi antara pemerintah pusat dan perwakilan luar negeri dalam memastikan bahwa setiap PMI tidak dibiarkan menghadapi persoalan mereka sendirian. Langkah ini tentu saja membawa angin segar bagi para PMI dan keluarga mereka di tanah air, bahwa negara benar-benar hadir bukan sekadar slogan.
Tak hanya dalam urusan perlindungan bagi mereka yang sakit atau bermasalah, pemerintah juga aktif dalam upaya penempatan calon pekerja migran Indonesia (CPMI) secara legal dan bermartabat. Wakil Menteri P2MI, Christina Aryani, menunjukkan perhatian khusus terhadap para CPMI asal Kepulauan Meranti, Riau. Ia menyatakan komitmennya untuk membantu penempatan para calon pekerja ini ke sektor perkebunan di Malaysia. Hal ini penting mengingat sektor tersebut merupakan salah satu sektor padat karya yang membutuhkan banyak tenaga kerja dan menjadi tumpuan hidup banyak keluarga di wilayah pesisir dan perbatasan.
Wamen Christina tidak sekadar memberikan janji, tetapi mendorong agar para CPMI mengikuti prosedur legal sebelum berangkat. Prosedur legal ini bukan semata-mata birokrasi, melainkan benteng awal yang melindungi para pekerja dari risiko eksploitasi dan perdagangan orang. Ia juga meminta pemerintah daerah setempat untuk turut berperan aktif menyalurkan para CPMI melalui perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI) resmi. Dengan demikian, status dan hak para pekerja migran akan jelas sejak awal, serta memudahkan akses mereka terhadap perlindungan jika menghadapi persoalan di luar negeri.
Tidak kalah penting, perlindungan terhadap PMI juga menyangkut mereka yang dideportasi oleh negara penempatan. Dalam hal ini, peran Direktorat Jenderal Imigrasi sangat vital. Kepala Imigrasi Kelas II TPI Nunukan, Adrian Soetrisno, menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap 305 PMI yang dideportasi oleh pemerintah Malaysia. Proses ini dilakukan secara tertib, profesional, dan humanis. Pemeriksaan keimigrasian ini bertujuan memastikan identitas serta status hukum para deportan sebelum mereka dipulangkan ke daerah asal masing-masing.
Lebih jauh, Adrian menyampaikan bahwa setelah pemeriksaan, para deportan akan didata dan difasilitasi pemulangannya oleh Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI). Pendekatan ini bukan hanya sekadar administratif, tetapi merupakan bentuk nyata dari pelayanan negara kepada warganya yang rentan. Langkah tersebut sekaligus mencerminkan bahwa proses perlindungan terhadap PMI tidak berhenti di satu titik, melainkan berkelanjutan dari hulu ke hilir, dari penempatan legal, perlindungan di negara tujuan, hingga pemulangan mereka yang mengalami masalah.
Komitmen lintas lembaga yang ditunjukkan oleh Kementerian P2MI, Kementerian Luar Negeri, Imigrasi, dan BP3MI merupakan bukti bahwa pemerintah Indonesia tidak menganggap persoalan pekerja migran sebagai isu pinggiran. Sebaliknya, ini adalah persoalan strategis yang menyangkut harkat dan martabat bangsa di mata dunia. Langkah-langkah proaktif seperti bantuan pemulangan, fasilitasi penempatan kerja legal, hingga pemeriksaan dan pemulangan deportan adalah bagian dari upaya menyeluruh dalam menciptakan tata kelola migrasi yang aman, tertib, dan bermartabat.
Tentu saja, semua upaya pemerintah ini tidak akan optimal tanpa dukungan dari seluruh elemen masyarakat. Masyarakat perlu memahami bahwa menjadi PMI bukanlah pilihan terakhir, melainkan pilihan strategis yang harus didukung dengan kesiapan informasi, keterampilan, dan legalitas. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk aktif mencari informasi resmi, mengikuti pelatihan, serta tidak tergoda bujuk rayu calo atau penyalur ilegal yang menjanjikan proses cepat tanpa dokumen lengkap.
Demikian pula, pemerintah daerah dan tokoh masyarakat di wilayah-wilayah kantong PMI memiliki peran krusial dalam mengedukasi dan membina calon pekerja migran. Mereka bisa menjadi garda terdepan dalam memastikan bahwa warganya yang hendak bekerja di luar negeri melakukannya secara prosedural, aman, dan legal.
Negara telah dan terus menunjukkan komitmen kuat dalam memberikan perlindungan kepada para Pekerja Migran Indonesia di Malaysia. Dari proses penempatan yang prosedural hingga pemulangan mereka yang sakit atau dideportasi, semua menunjukkan bahwa pemerintah tidak tinggal diam. Namun keberhasilan perlindungan PMI bukan hanya tugas pemerintah semata, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama. Edukasi, advokasi, dan penyebaran informasi yang benar kepada para calon PMI menjadi kunci dalam mencegah praktik ilegal dan meningkatkan kesejahteraan pekerja migran kita.
)* Mahasiswa FEB di salah satu universitas swasta di Jakarta