Pemerintah Kawal Stabilitas Ketenagakerjaan Demi Cegah PHK
Oleh: Dhita Karuniawati
Di tengah tantangan ekonomi global dan dinamika industri yang terus berkembang, pemerintah Indonesia terus berkomitmen menjaga stabilitas ketenagakerjaan demi mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Berbagai kebijakan dan langkah strategis telah diambil untuk melindungi hak-hak pekerja, menciptakan iklim kerja yang kondusif, serta memastikan keberlangsungan usaha di sektor formal maupun informal.
Langkah-langkah ini mencerminkan upaya serius pemerintah dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan pekerja dan dunia usaha. Dalam situasi ekonomi yang rentan akibat faktor global seperti ketegangan geopolitik, perlambatan ekonomi, hingga disrupsi teknologi, pemerintah memainkan peran kunci sebagai penyangga stabilitas pasar tenaga kerja.
Belum lama ini, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa penurunan tarif dari Amerika Serikat adalah upaya strategis untuk melindungi pekerja dan mencegah PHK massal di sektor industri nasional.
Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto mengatakan bahwa kesepakatan tarif perdagangan dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dilakukan demi melindungi jutaan pekerja Indonesia dari ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran. Keselamatan dan kepentingan para pekerja Indonesia menjadi prioritas utama dalam pengambilan keputusan tersebut.
Kesepakatan tersebut diumumkan beberapa jam setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa Washington telah sepakat menurunkan tarif impor terhadap barang-barang asal Indonesia menjadi 19 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan ancaman tarif 32 persen yang sempat dilontarkan Trump pada April 2025, dan juga lebih baik dari tarif 20 persen yang dikenakan terhadap Vietnam.
Sebagai bagian dari kesepakatan itu, pemerintah Indonesia sepakat untuk menghapus sejumlah hambatan perdagangan dan non-perdagangan terhadap produk Amerika Serikat yang masuk ke pasar dalam negeri. Pemerintah Indonesia juga akan melakukan pembelian besar-besaran atas barang dan jasa dari AS, termasuk pembelian 50 unit pesawat Boeing, kontrak energi senilai 15 miliar dolar AS, serta impor produk pertanian senilai 4,5 miliar dolar AS. Pemerintah menilai bahwa langkah kompromi ini perlu diambil untuk menghindari gejolak di sektor industri nasional, terutama yang sangat bergantung pada ekspor ke Amerika Serikat.
Melalui kesepakatan tarif baru ini, pemerintah berharap bisa memberikan kepastian usaha bagi pelaku industri nasional, menjaga daya saing ekspor, dan memastikan roda perekonomian terus berputar di tengah ketidakpastian global. Langkah ini sekaligus menjadi sinyal bahwa Indonesia bersedia berperan aktif dalam menjaga stabilitas perdagangan internasional, tanpa mengorbankan kepentingan dalam negeri, khususnya para pekerja yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional.
Selain itu, pemerintah juga melanjutkan program Bantuan Subsidi Upah (BSU) diberikan secara tunai langsung kepada pekerja, yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan daya beli mereka. BSU dapat mencegah PHK massal dan membantu perusahaan untuk tetap beroperasi, sehingga menjaga stabilitas pasar tenaga kerja. Dengan menjaga daya beli pekerja, BSU dapat membantu mendorong permintaan konsumen dan menghidupkan kembali perekonomian. BSU menjadi instrumen penting dalam menjaga kesejahteraan pekerja dan ekonomi secara keseluruhan selama masa krisis, seperti pandemi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penyaluran BSU telah terealisasi sebesar Rp6,88 triliun yang diterima oleh 11,4 juta pekerja dalam periode 23 Juni hingga 1 Juli 2025. Ini merupakan bentuk dukungan negara hadir di tengah berbagai tantangan ekonomi yang dihadapi. Bukan hanya untuk menjaga daya beli, tetapi juga untuk menjaga semangat para pekerja agar tetap berkarya, karena para pekerja adalah pahlawan di balik kemajuan ekonomi.
BSU merupakan salah satu dari lima stimulus ekonomi yang disiapkan pemerintah untuk membantu masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan stimulus itu dengan sebaik-baiknya, sehingga bisa membangun ekonomi yang lebih berdaya saing dan berkelanjutan.
Penyaluran BSU diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Pemerintah Berupa Subsidi Gaji/Upah bagi Pekerja/Buruh.
Dalam Permenaker 5/2025, pekerja/buruh yang mendapatkan BSU harus memenuhi sejumlah persyaratan seperti seorang warga negara Indonesia dengan kepemilikan nomor induk kependudukan; peserta aktif program jaminan sosial ketenagakerjaan BPJS Ketenagakerjaan sampai dengan April 2025; dan menerima gaji/upah paling banyak sebesar Rp3,5 juta per bulan.
Bagi pekerja/buruh yang bekerja di wilayah dengan upah minimum kabupaten/kota lebih tinggi dari Rp3,5 juta, maka aturan upah yang berlaku adalah upah minimum dibulatkan ke atas. Hal ini disebutkan dalam Pasal 4 Ayat 3 Permenaker 10/2022 yang tidak mengalami perubahan bunyi pada permenaker pembaruan.
Adapun detail ambang batas upah minimum untuk persyaratan BSU 2025 telah diperbarui dalam Permenaker 5/2025. Selain itu, bantuan pemerintah berupa subsidi gaji/upah diberikan dalam bentuk uang sebesar Rp300 ribu per bulan untuk dua bulan yang dibayarkan sekaligus, sehingga total yang diterima adalah sebesar Rp600 ribu.
Kondisi ketenagakerjaan yang stabil menjadi fondasi penting bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Pemerintah Indonesia memahami betul bahwa menjaga keberlangsungan pekerjaan bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga menyangkut stabilitas sosial dan kepercayaan publik.
Oleh karena itu, upaya menjaga stabilitas ketenagakerjaan harus terus diperkuat melalui kolaborasi lintas sektor, reformasi kebijakan yang berkeadilan, serta peningkatan kapasitas tenaga kerja. Dalam menghadapi tantangan global, hanya dengan sinergi dan komitmen bersama, risiko PHK dapat ditekan dan kualitas ketenagakerjaan nasional dapat terus ditingkatkan.
Pemerintah mengajak seluruh pemangku kepentingan seperti pengusaha, serikat pekerja, lembaga pendidikan, dan masyarakat sipil, untuk bersama-sama membangun sistem ketenagakerjaan yang adaptif, produktif, dan berdaya tahan. Dengan demikian, cita-cita Indonesia Emas 2045 sebagai negara maju dan sejahtera dapat terwujud melalui pondasi tenaga kerja yang kuat dan terlindungi.
*) Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia