Kata Papua

Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Jaga Ruang Digital Tetap Sehat - Kata Papua

Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Jaga Ruang Digital Tetap Sehat

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Jaga Ruang Digital Tetap Sehat

 

Oleh Dwiyanti Amalia

 

Dalam era digital yang semakin masif, transformasi media penyiaran telah melampaui batas konvensional. Tayangan televisi dan radio kini tidak lagi menjadi satu-satunya sumber informasi publik, melainkan telah bersaing dan berbaur dengan platform digital dan layanan streaming berbasis internet atau over the top (OTT). Fenomena ini menuntut adanya regulasi yang adaptif, responsif, dan progresif terhadap perubahan zaman. Di sinilah posisi strategis Revisi Undang-Undang Penyiaran (RUU Penyiaran) menjadi sangat penting.

 

 

 

 

Pemerintah dan DPR RI, melalui Komisi I, menunjukkan komitmen serius dalam menyusun regulasi penyiaran yang relevan dengan kebutuhan masa kini. Revisi UU Penyiaran yang sedang digodok saat ini merupakan jawaban atas berbagai tantangan dan dinamika penyiaran di era digital. Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Akbarshah Fikarno Laksono, menjelaskan bahwa revisi ini telah mengalami perubahan substansi hingga tiga kali sebagai bentuk penyesuaian terhadap peraturan induk, seperti Undang-Undang Cipta Kerja. Proses revisi ini memang tidak singkat, namun hal itu menunjukkan keseriusan pembuat kebijakan dalam memastikan bahwa RUU ini benar-benar komprehensif dan tidak terburu-buru.

 

 

 

 

Salah satu fokus utama dalam revisi ini adalah regulasi terhadap layanan OTT dan platform digital. Hal ini penting mengingat UU Penyiaran sebelumnya hanya mengatur penyiaran analog, sementara konsumsi media masyarakat kini lebih banyak dilakukan melalui gawai digital. Oleh karena itu, penambahan substansi terkait OTT, seperti YouTube, TikTok, Netflix, dan lainnya, menjadi langkah penting agar regulasi tidak tertinggal dari realitas yang dihadapi masyarakat.

 

 

 

 

Komisi I DPR juga sedang mempertimbangkan secara matang apakah perlu memasukkan aturan OTT dan platform digital dalam RUU Penyiaran atau menyusun undang-undang terpisah. Hal ini menunjukkan pendekatan yang hati-hati agar regulasi tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga fungsional dalam menjaga ruang digital Indonesia tetap sehat dan berdaya saing.

 

 

 

 

RUU Penyiaran juga memuat tujuan yang lebih luas, yakni mendorong pertumbuhan ekonomi nasional melalui industri penyiaran tanpa membunuh kreativitas atau menghapus jati diri bangsa. Penyesuaian regulasi harus menjadi sarana untuk memperkuat ekosistem media yang adil, sehat, dan berkualitas. Sebab, regulasi yang baik adalah yang mampu menciptakan keseimbangan antara perlindungan publik dan kebebasan berekspresi, serta mendukung inovasi dan menjaga nilai-nilai kebangsaan.

 

 

 

 

Anggota Komisi I DPR RI, Amelia Anggraini, memberikan usulan penting terkait penguatan pengawasan terhadap platform digital, yaitu dengan memberikan kewenangan kepada Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) serta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengakses sistem algoritma atau rekomendasi konten digital yang digunakan oleh platform media sosial. Usulan ini dilandasi oleh kebutuhan untuk melindungi masyarakat, khususnya anak-anak, dari paparan konten ekstrem, hoaks, dan siaran yang tidak sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).

 

 

 

 

Usulan tersebut bukanlah bentuk intervensi negara terhadap teknologi, melainkan langkah preventif agar ruang digital Indonesia tidak menjadi lahan subur bagi penyebaran konten berbahaya atau destruktif. Akses terhadap algoritma juga bukan hal asing, karena beberapa negara seperti Kanada, Prancis, Singapura, dan Turki telah lebih dulu memberlakukan regulasi serupa demi kedaulatan ruang digital mereka. Sudah saatnya Indonesia juga menyatakan kedaulatannya dengan menempatkan prinsip transparansi dan perlindungan publik sebagai fondasi utama tata kelola digital nasional.

 

 

 

 

RUU Penyiaran juga diharapkan menjadi landasan dalam meningkatkan literasi media masyarakat. Pelaksana Tugas Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Sumatera Utara, Porman Mahulae, menyambut positif arah revisi RUU ini. Ia mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk menjadikan regulasi ini sebagai momentum memperkuat literasi media di tingkat lokal, agar masyarakat tidak hanya menjadi konsumen pasif, tetapi juga memiliki daya kritis dan bijak dalam menyikapi setiap konten yang mereka akses.

 

 

 

 

Dengan literasi media yang baik, masyarakat akan lebih mudah membedakan antara informasi yang kredibel dan konten yang menyesatkan. Ini penting untuk membangun masyarakat yang resilien terhadap informasi palsu dan provokatif, yang seringkali menyebar lebih cepat melalui platform digital tanpa pengawasan yang memadai.

 

 

 

 

RUU Penyiaran adalah langkah strategis untuk menciptakan tatanan informasi yang sehat, beretika, dan inklusif. Di tengah derasnya arus globalisasi informasi, Indonesia membutuhkan payung hukum yang kuat untuk menjaga ekosistem media nasional tetap selaras dengan nilai-nilai Pancasila dan kebhinekaan.

 

 

 

 

Komitmen pemerintah dan DPR untuk menyelesaikan RUU Penyiaran pada periode legislatif ini adalah sinyal positif bahwa negara hadir dalam menjamin kualitas informasi publik. Upaya ini tentu harus mendapat dukungan dari semua elemen bangsa, termasuk pelaku media, akademisi, masyarakat sipil, dan pengguna media sosial.

 

 

 

 

 

 

 

Dengan regulasi yang baik, ruang digital Indonesia akan menjadi ruang yang aman, produktif, dan membangun. Maka, menjadi tanggung jawab bersama untuk mengawal proses legislasi ini dengan partisipatif dan konstruktif, agar hasilnya benar-benar mencerminkan kepentingan dan aspirasi masyarakat luas.

 

 

 

 

Kehadiran RUU Penyiaran bukanlah untuk membatasi kebebasan berekspresi, melainkan untuk memastikan bahwa kebebasan tersebut berjalan seiring dengan tanggung jawab dan nilai-nilai kebangsaan. Pemerintah memastikan ruang digital Indonesia akan tetap sehat, adil, dan berdaulat melalui regulasi yang visioner dan berpihak pada kepentingan publik.

 

 

 

 

)* penulis merupakan pengamat kebijakan publik

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

[ed]

Share:

Facebook
Twitter
Pinterest
LinkedIn
On Key

Related Posts